Air Mata Bahagia

Cinta dan kasih sayang membuat hati kita terluka, dengan luka itulah kita menjadi mengerti bahwa ada cinta yang hakiki bukan karena seseorang namun cinta kita karena Allah, cinta yang tulus dan murni, yang mampu melewati semua luka dan derita. Begitu pula pada perjalanan hidup seseorang ibu yang begitu terpukul atas keputusannya sendiri setelah memaksa minta bercerai dari suaminya, meski akhirnya memenangkan dalam putusan sidang pengadilan namun rasa kesepian, tertekan dan kekosongan setelah perceraian itu tetap menghantui dirinya. Melihat sang buah hati selalu gelisah, menjadi pendiam dan kelihatan tidak bergairah dalam berbagai kegiatan membuatnya turut gelisah. Anaknya tidak berani lagi bertanya atau membicarakan tentang ayahnya setelah ia membentak agar tidak menyebut lagi nama bapaknya di rumah.

Dalam kesendirian ia merenungkan bagaimana mungkian dirinya menjadi sekeras itu, begitu membenci dan mendendam, sakit hati dan rasanya tidak mungkin memaafkan semua perbuatannya yang telah menyakiti hatinya dan menjatuhkan harga dirinya. Pertengkaran dan perselisihan hampir menghiasi kehidupan rumah tangganya. Meski suami selalu mengalah dan meminta maaf atas semua perbuatannya tetap saja ia tidak pernah mau menerimanya. Untuk meluapkan kekecewaannya adalah dengan bercerai dari orang yang telah jadi suami dan ayah bagi anaknya. Ia mengira dengan berpisah dari suami maka semua permasalahan akan menjadi selesai. Tidak dipikirkan olehnya resiko yang harus ditanggungnya. Kini ia dalam penyesalan tindakan yang dilakukan dengan tergesa-gesa. Meski ia bekerja dan berpenghasilan sendri namun keuangan makin menipis dan biaya hidup dan kebutuhan anaknya, biaya sekolah semakin meningkat.

Ia harus bekerja membanting tulang untuk mencari tambahan keuangan sedangkan orang tua dan saudara2nya tidak peduli akan kesulitan yang dihadapinya dan seolah tidak mengenalnya. Ia menjadi merasa dalam kesendirian dan kesepian ditengah kesibukannya. Mata banyak orang penuh curiga memandangnya dengan status yang disandangnya. Godaan demi godaan datang silih berganti seakan-akan tidak mau membiarkan dirinya dalam sekejap. Ia merasa kesepian yang menggigit dan tertekan batin. Rasa bersalah karena terjadinya perceraian itu terus menghantuinya meski ia sadar bahwa penyebab utama perceraian tidak sepenuhnya kesalahan dirinya. Dalam kesepian itulah ia berniat berbagi kebahagiaan dengan bershodaqoh di Rumah Amalia. Dengan berbagi, rasanya menyejukkan hatinya. Ditengah persoalan yang dihadapinya, ia tersadarkan begitu banyak nikmat yang berlimpah, kesehatan dirinya dan sang buah hati merupakan nikmat yang luar biasa.

Ditengah kesejukan hatinya ia berusaha memaafkan dan menyembuhkan rasa sakit serta kepedihan yang dialaminya. Namun ia menyerahkan semuanya kepada kehendak Allah Subhanahu Wa Ta'ala. Allah mengetahui isi hati dan pikirannya, Allah telah menghiburnya, Ia yakin percaya bahwa Allah senantiasa memberikan yang terbaik bagi dirinya dan sang buah hatinya. Tidak ada lagi rasa benci, dendam dan penyesalan. tidak ada lagi kesepian dan kesendirian ataupun batin yang tertekan seperti dulu. Sampai kemudian ada seorang laki-laki yang diperkenalkan teman kantornya yang menyatakan kesungguhannya untuk menikah dengannya dan mau menerima dirinya dan anaknya. Air mata itu mengalir penuh kebahagiaan. Ditengah ketidakberdayaan dalam hidupnya, Allah telah mengabulkan doanya untuk bertemu dengan jodohnya untuk menjadi pemimpin dalam hidupnya di dunia dan akhirat. 'Ya Allah, air mata ini adalah air mata bahagia, Engkaulah penolong dan pelindung bagi hambaMu yang telah ini.' tuturnya siang itu di Rumah Amalia. Terlihat anak-anak memancarkan wajahnya yang penuh keceriaan.

1 Response to "Air Mata Bahagia"

Sudi al-Fakir said...

Subhanalloh...terimakasih pencerahannya Kang Agus, sangat menyentuh qolbu. Assalamu'alaikum, salam kenal, angota grup di facebook juga...Salaam...

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel