Hati Yang Berserah
Malam temaram menyelimuti hati yang berserah kepada Allah Subhanahu Wa ta'ala. Seorang Ibu bersama Putranya dan juga suaminya yang dicintainya. Dulu Sang Ibu awalnya datang sendiri ke Rumah Amalia. Beliau banyak bercerita dan memohon doanya dari anak-anak Amalia agar keluarga bisa terselamatkan dari kehancuran. Beliau berjanji bila keluarga bisa berkumpul kembali akan mengajak anak dan suaminya berkunjung ke Rumah Amalia.
Alhamdulillah malam itu kehadirannya menyiratkan kebahagiaan diwajahnya, anaknya terlihat mungil, suaminya tersenyum mengembangkan pertanda adanya kebahagiaan dilubuk hatinya yang paling dalam. 'Subhanallah, Allah masih sayang kepada kami sekeluarga..Hanya kepada Allahlah kami berserah diri dan memohon perlindungan.' Ucap Sang Ibu dengan untaian air mata yang bening, berkali-kali beliau mengucapkan puji syukur kehadirat Allah Subhanahu Wa Ta'ala.
Dulu Sang Ibu bercerita, waktu itu diawal tahun saya mengandung putra pertama. Kami bergembira, kami kabarkan kepada orang tua, kakak dan mertua. Mereka semua senang dan mereka ingin merayakan tujuh bulan kehamilan saya di kampung. Bertepatan pada tahun ajaran baru bapak mengantarkan adikku untuk melanjutkan kuliahnya. Mengingat susahnya cari kontrakan maka saya meminta adik perempuan saya untuk tinggal bersama kami sekeluarga. Jadilah rumah kami semakin ramai, ada saya, suami, adikku dan pembantu kami.
Ditengah suami sedang sibuk dengan tugas kantornya, tidak tega rasanya saya mengganggunya. Meskipun begitu terkadang saya ingin mendampingi suami namun saya sering menahan diri,' tuturnya.
Rumah tangga kami bahagia, penuh tawa dan keceriaan, banyak tetangga yang selalu mengatakan, 'jeng, aku ngiri loh ama keluarga kamu..bahagia banget...' Saya selalu menjawabnya dengan tersenyum. Suami mencukupi kebutuhan kami bahkan berlebih dan sisanya saya tabung untuk kebutuhan putra kami kelak. Ipah, pembantu kami sangat setia pada keluarga kami karena saya memperlakukannya seperti keluarga sendiri. Sementara adik saya juga nampak gembira, jika ada tugas yang tidak dimengerti, dia selalu bertanya pada kakak iparnya. Saya senang melihat kedekatan suami dan adik saya perempuan. Mereka terlihat akrab, terkadang saya merasa cemburu atas kedekatan mereka. perasaan seperti itu buru-buru saya menyingkirkannya. Tidaklah pantas cemburu dengan adik kandung sendiri, malu rasanya..!
Putra kami pertama lahir, anaknya cakep seperti ayahnya. Namun disaat suami, bapak dan ibu membezuk adik saya tidak ikut. Katanya, 'adikmu sedang sakit.' Terlihat diwajah kedua orang tua saya seperti menyembunyikan sesuatu. Setelah seminggu kelahiran putra kami, kami mengadakan syukuran sekaligus aqeqahan dengan mengundang para tetangga sekitar rumah kami tinggal. Secara tidak sengaja saya melintas kamar adik perempuan saya yang tertutup, saya mendengar isak tangis, isak tangis ibu, isak tangis bapak disela-sela isak tangis adik perempuan saya. Terdengar suara adik perempuan saya yang mau muntah.
'Mengapa kau lakukan itu?' tanya bapak. 'Sudah pak..nanti terdengar orang,' jawab ibu. Tak kuasa saya mendengar percakapan itu. Dunia terasa kiamat. Saya kesal, menangis, kecewa, marah. Saya ini apa? saya perempuan yang malang. bodohnya saya, dan tidak bergunanya saya. Saya berlari ke kamar, tiba-tiba putra saya menangis, air mata saya mengalir. Sehari semalam saya tidak keluar kamar.
'Saya teringat status di FB Mas Agus...'Sayangilah mereka yang pernah menyakiti hatimu' Tutur Sang Ibu. Malam itu beliau mengendong putranya. Wajahnya terlihat bersedih, kemudian saya menyarankan untuk mengambil air wudhu dan memperbanyak istighfar. Tak lama kemudian, duka dihatinya terlihat berkurang. Beliau memohon doanya dari anak-anak Amalia agar keluarga bisa terselamatkan dari kehancuran dan dirinya mampu memaafkan orang-orang telah menyakiti hatinya. Beberapa malam kemudian Sang Ibu memenuhi janjinya bahwa dirinya telah memaafkan suami dan adiknya serta melupakan semua yang telah menyakitkan hatinya, hal terbukti kehadirannya bersama putra dan suaminya ke Rumah Amalia dengan senyum yang merekah. Subhanallah..Maha Suci Allah...
---
Yaitu mereka yang bisa menahan emosi, memaafkan manusia dan Allah senang kepada mereka yang berbuat ihsan (QS. Ali-Imran:134).
Alhamdulillah malam itu kehadirannya menyiratkan kebahagiaan diwajahnya, anaknya terlihat mungil, suaminya tersenyum mengembangkan pertanda adanya kebahagiaan dilubuk hatinya yang paling dalam. 'Subhanallah, Allah masih sayang kepada kami sekeluarga..Hanya kepada Allahlah kami berserah diri dan memohon perlindungan.' Ucap Sang Ibu dengan untaian air mata yang bening, berkali-kali beliau mengucapkan puji syukur kehadirat Allah Subhanahu Wa Ta'ala.
Dulu Sang Ibu bercerita, waktu itu diawal tahun saya mengandung putra pertama. Kami bergembira, kami kabarkan kepada orang tua, kakak dan mertua. Mereka semua senang dan mereka ingin merayakan tujuh bulan kehamilan saya di kampung. Bertepatan pada tahun ajaran baru bapak mengantarkan adikku untuk melanjutkan kuliahnya. Mengingat susahnya cari kontrakan maka saya meminta adik perempuan saya untuk tinggal bersama kami sekeluarga. Jadilah rumah kami semakin ramai, ada saya, suami, adikku dan pembantu kami.
Ditengah suami sedang sibuk dengan tugas kantornya, tidak tega rasanya saya mengganggunya. Meskipun begitu terkadang saya ingin mendampingi suami namun saya sering menahan diri,' tuturnya.
Rumah tangga kami bahagia, penuh tawa dan keceriaan, banyak tetangga yang selalu mengatakan, 'jeng, aku ngiri loh ama keluarga kamu..bahagia banget...' Saya selalu menjawabnya dengan tersenyum. Suami mencukupi kebutuhan kami bahkan berlebih dan sisanya saya tabung untuk kebutuhan putra kami kelak. Ipah, pembantu kami sangat setia pada keluarga kami karena saya memperlakukannya seperti keluarga sendiri. Sementara adik saya juga nampak gembira, jika ada tugas yang tidak dimengerti, dia selalu bertanya pada kakak iparnya. Saya senang melihat kedekatan suami dan adik saya perempuan. Mereka terlihat akrab, terkadang saya merasa cemburu atas kedekatan mereka. perasaan seperti itu buru-buru saya menyingkirkannya. Tidaklah pantas cemburu dengan adik kandung sendiri, malu rasanya..!
Putra kami pertama lahir, anaknya cakep seperti ayahnya. Namun disaat suami, bapak dan ibu membezuk adik saya tidak ikut. Katanya, 'adikmu sedang sakit.' Terlihat diwajah kedua orang tua saya seperti menyembunyikan sesuatu. Setelah seminggu kelahiran putra kami, kami mengadakan syukuran sekaligus aqeqahan dengan mengundang para tetangga sekitar rumah kami tinggal. Secara tidak sengaja saya melintas kamar adik perempuan saya yang tertutup, saya mendengar isak tangis, isak tangis ibu, isak tangis bapak disela-sela isak tangis adik perempuan saya. Terdengar suara adik perempuan saya yang mau muntah.
'Mengapa kau lakukan itu?' tanya bapak. 'Sudah pak..nanti terdengar orang,' jawab ibu. Tak kuasa saya mendengar percakapan itu. Dunia terasa kiamat. Saya kesal, menangis, kecewa, marah. Saya ini apa? saya perempuan yang malang. bodohnya saya, dan tidak bergunanya saya. Saya berlari ke kamar, tiba-tiba putra saya menangis, air mata saya mengalir. Sehari semalam saya tidak keluar kamar.
'Saya teringat status di FB Mas Agus...'Sayangilah mereka yang pernah menyakiti hatimu' Tutur Sang Ibu. Malam itu beliau mengendong putranya. Wajahnya terlihat bersedih, kemudian saya menyarankan untuk mengambil air wudhu dan memperbanyak istighfar. Tak lama kemudian, duka dihatinya terlihat berkurang. Beliau memohon doanya dari anak-anak Amalia agar keluarga bisa terselamatkan dari kehancuran dan dirinya mampu memaafkan orang-orang telah menyakiti hatinya. Beberapa malam kemudian Sang Ibu memenuhi janjinya bahwa dirinya telah memaafkan suami dan adiknya serta melupakan semua yang telah menyakitkan hatinya, hal terbukti kehadirannya bersama putra dan suaminya ke Rumah Amalia dengan senyum yang merekah. Subhanallah..Maha Suci Allah...
---
Yaitu mereka yang bisa menahan emosi, memaafkan manusia dan Allah senang kepada mereka yang berbuat ihsan (QS. Ali-Imran:134).
0 Response to "Hati Yang Berserah"
Post a Comment