Bersama Keluarga Menggapai Kebahagiaan
Setiap perbuatan kita selalu diawali dari niat, sebagaimana yang disabdakan oleh Nabi Muhamad SAW “Innamal a’malu binniyat.” Setiap perbuatan diawali dari niat. Demikian dengan sebuah keluarga. Ketika kita hendak membangun sebuah keluarga yang paling mendasar adalah bagaimana niat kita, apa tujuan kita membangun rumah tangga. Dulu sebelum saya dengan istri menikah, pernah saya ditanya pada calon istri menikah itu untuk apa. Jawab saya, untuk membangun peradaban umat.
Kami berdua akhirnya menyepakati bahwa peradaban umat akan terbangun dari keluarga. Keluarga cerminan dari “umatan wasathon”, umat yang satu.” Setiap tindakan, keputusan, pandangan haruslah kesepakatan bersama didalam keluarga sebagai umat yang satu.
Umat yang satu yang selalu terus menerus memiliki semangat belajar, seperti yang disabdakan oleh Nabi Muhamad SAW, “Belajarlah engkau dari anyunan hingga liang lahat.” haruslah dilandasi ilmu dan amal, pengertian dan perbuatan dengan semangat belajar dan mencari kebaikan dunia dan kebaikan akherat. itulah sebabnya doa “Robana atina fidunya hasanah wa fil akhiroti hasanah wakina ‘ada bannar.” Senantiasa terus dipanjatkan agar sebuah keluarga senantiasa mencari kebaikan dunia dan kebaikan akherat.
Keluarga yang terdiri dari ayah, ibu dan anak merupakan komunitas belajar. Capaian dari komunitas belajar adalah kemajuan. Kemajuan dalam ajaran Islam berarti kemajuan iman, bukan kemajuan materi. Seperti dalam panggilan Adzan “Hayya ‘alal Falah.” Mari menuju kemenangan, kemajuan dan kebahagiaan.
Ukuran kemajuan, kemenangan dan kebahagiaan dalam keluarga bukanlah kondisi materi namun ukurannya adalah betambahnya iman. “Wama zadahum illa imana” (QS Al-Ahzab (33):22 materi merupakan kondisi perlu tapi tidak mencukupi sebab kondisi materi tidak menjamin kondisi keimanan seseorang. “law anfaqta mafil ardhi jami’an ma alla baina qulubihim.” (Walau kau belanjakan semua kekayaan yang berada dibumi, kau tidak akan mempersatukan hati mereka). Ini berarti yang didalam itulah identitas sejati kita bukanlah kekayaan atau materi yang diluar diri kita. Kebahagiaan dalam sebuah keluarga Muslim disebutkan dalam surat albaqoroh 210 “Wa ilallahi turja’ul umur” Allah SWT-lah sebagai tujuan akhir kita.
Kami berdua akhirnya menyepakati bahwa peradaban umat akan terbangun dari keluarga. Keluarga cerminan dari “umatan wasathon”, umat yang satu.” Setiap tindakan, keputusan, pandangan haruslah kesepakatan bersama didalam keluarga sebagai umat yang satu.
Umat yang satu yang selalu terus menerus memiliki semangat belajar, seperti yang disabdakan oleh Nabi Muhamad SAW, “Belajarlah engkau dari anyunan hingga liang lahat.” haruslah dilandasi ilmu dan amal, pengertian dan perbuatan dengan semangat belajar dan mencari kebaikan dunia dan kebaikan akherat. itulah sebabnya doa “Robana atina fidunya hasanah wa fil akhiroti hasanah wakina ‘ada bannar.” Senantiasa terus dipanjatkan agar sebuah keluarga senantiasa mencari kebaikan dunia dan kebaikan akherat.
Keluarga yang terdiri dari ayah, ibu dan anak merupakan komunitas belajar. Capaian dari komunitas belajar adalah kemajuan. Kemajuan dalam ajaran Islam berarti kemajuan iman, bukan kemajuan materi. Seperti dalam panggilan Adzan “Hayya ‘alal Falah.” Mari menuju kemenangan, kemajuan dan kebahagiaan.
Ukuran kemajuan, kemenangan dan kebahagiaan dalam keluarga bukanlah kondisi materi namun ukurannya adalah betambahnya iman. “Wama zadahum illa imana” (QS Al-Ahzab (33):22 materi merupakan kondisi perlu tapi tidak mencukupi sebab kondisi materi tidak menjamin kondisi keimanan seseorang. “law anfaqta mafil ardhi jami’an ma alla baina qulubihim.” (Walau kau belanjakan semua kekayaan yang berada dibumi, kau tidak akan mempersatukan hati mereka). Ini berarti yang didalam itulah identitas sejati kita bukanlah kekayaan atau materi yang diluar diri kita. Kebahagiaan dalam sebuah keluarga Muslim disebutkan dalam surat albaqoroh 210 “Wa ilallahi turja’ul umur” Allah SWT-lah sebagai tujuan akhir kita.
0 Response to "Bersama Keluarga Menggapai Kebahagiaan"
Post a Comment