Sebuah Penantian
Di tangga masjid dia menatap jalanan yang penuh mobil berlalu lalang. Lampu temaram. Angin terasa dingin menggigit seluruh tubuh. Masih teringat kata-kata itu, 'aku akan datang, tunggu aku aku disini, dua hari lagi aku kembali.' Ucapan itu masih terngiang ditelinganya. Satu jam telah berlalu. Gadis manis berjilbab itu sesekali melihat jam tangan. Menanti dengan penuh kegelisahan. Handpone ditangannya beberapa kali memencet nomor yang tak pernah terjawab.
'Mungkinkah kau melupakan aku?' tuturnya lirih.
'Aisyah?' Suara itu mengagetkan dirinya.
'Iya.' Jawabnya, ada seorang laki-laki muda dengan celana jin tersenyum manis.
Hati Aisyah tergetar melihatnya. Laki-laki muda itu memperkenalkan dirinya. 'Saya Anwar, Kakaknya Andi.'
'Andi banyak bercerita tentang Aisyah.'
'Benarkah?' kata Aisyah lirih. Kecemasan itu menghinggapi hati Aisyah.
'Aisyah, saya menyampaikan pesan terakhir Andi.' ucapnya sambil menyerahkan satu kotak yang berisi satu perangkat sholat dan kitab suci al-Qur'an terbungkus rapi. 'Andi menitipkan ini sebelum meninggal, dia ingin melamarmu malam ini, Aisyah.'
'Astaghfirullah,' ucap Aisyah menangis. Malam itu Aisyah tak kuasa membendung air matanya. Terbayang wajah Andi melintas tersenyum padanya. Hatinya terasa perih mengenang Andi. Berlari berdua mengejar-ngejar bus kota di Blok M. Andi juga selalu mengingatkan bila tiba waktu sholat. Semuanya terasa indah bagi Aisyah sekaligus terasa pahit. Aisyah tak kuasa menahan tubuhnya dan jatuh tersungkur di tangga masjid.
'Aku hanya mengharap CintaMu Ya Allah.' ucapnya lirih.
'Mungkinkah kau melupakan aku?' tuturnya lirih.
'Aisyah?' Suara itu mengagetkan dirinya.
'Iya.' Jawabnya, ada seorang laki-laki muda dengan celana jin tersenyum manis.
Hati Aisyah tergetar melihatnya. Laki-laki muda itu memperkenalkan dirinya. 'Saya Anwar, Kakaknya Andi.'
'Andi banyak bercerita tentang Aisyah.'
'Benarkah?' kata Aisyah lirih. Kecemasan itu menghinggapi hati Aisyah.
'Aisyah, saya menyampaikan pesan terakhir Andi.' ucapnya sambil menyerahkan satu kotak yang berisi satu perangkat sholat dan kitab suci al-Qur'an terbungkus rapi. 'Andi menitipkan ini sebelum meninggal, dia ingin melamarmu malam ini, Aisyah.'
'Astaghfirullah,' ucap Aisyah menangis. Malam itu Aisyah tak kuasa membendung air matanya. Terbayang wajah Andi melintas tersenyum padanya. Hatinya terasa perih mengenang Andi. Berlari berdua mengejar-ngejar bus kota di Blok M. Andi juga selalu mengingatkan bila tiba waktu sholat. Semuanya terasa indah bagi Aisyah sekaligus terasa pahit. Aisyah tak kuasa menahan tubuhnya dan jatuh tersungkur di tangga masjid.
'Aku hanya mengharap CintaMu Ya Allah.' ucapnya lirih.
0 Response to "Sebuah Penantian"
Post a Comment