Kedamaian Dalam Kepedihan
Setiap orang senantiasa memiliki cara bagaimana untuk bisa berdamai dalam derita. Untuk tidak mengeluh terhadap peristiwa yang sedang dihadapi namun mensyukuri disetiap perjalanan kehidupan. Itulah yang dituturkan oleh seorang perempuan muda kepada saya di Rumah Amalia. ketika rumah tangga sudah parah, pertengkaran demi pertengkaran yang tidak pernah terselesaikan sehingga tidak ada pilihan lain memaksanya untuk bercerai. Kesetiaannya dikhianati, kekerasan dalam rumah tangga tiap hari harus ditelannya sampai menimbulkan trauma. Kata-kata kasar mengiris dan membuat luka dihatinya. Sepanjang ingatannya tidak pernah ada kata cinta yang tulus dari suaminya bahkan 'rayuan gombal' tidak pernah didengarnya.
Perkawinannya tidak melalui proses pacaran, semuanya begitu singkat, tak terasa menikah dan sampai punya anak. hampir delapan tahun perkawinannya semua dilalui dengan air mata dan percekcokan. Dirinya seolah menjadi anak kecil yang selalu dihina. Pendidikan yang cukup tinggi dan pekerjaan yang lebih menjanjikan masa depan di perusahaan asing terpaksa ditinggalkan demi pengabdiannya sebagai seorang istri. terlebih sejak kelahiran anaknya yang kedua. Sejak perceraian itu dirinya dihinggapi rasa sepi dan sendiri, duka dan derita yang dirasakan bercampur baur menimbulkan kekelaman dalam hidupnya. Dirinya mencoba untuk bangkit dengan mencari kesibukan atau pekerjaan ternyata tidak mudah dilakukan. Merubah suasana hati tentunya tidaklah mudah. Paling tidak, keceriaan diwajahnya nampak berbinar.
Sampai kemudian mendapatkan pekerjaan baru sekalipun hanya menjadi staf kantor baginya telah cukup membahagiakan yang penting bisa mendapatkan penghasilan untuk menghidupi dirinya dan anak-anaknya. Meski sederhana ternyata dirinya masih banyak pemuda yang mendekati dirinya, bahkan teman-teman dikantornya tidak ada yang tahu bahwa dirinya sudah memiliki dua anak. Sanjungan yang tidak pernah didengar dari suaminya justru sering didengar dari teman-teman barunya. Tentunya saja trauma perkawinan masih membekas luka dihatinya. Membuat dirinya selalu menjaga jarak kepada siapapun yang mencoba mendekatinya. Luka dihati juga yang menyebabkan sinis terhadap laki-laki sekalipun diusia tiga puluh tahun yang relatif muda masih membutuhkan kasih sayang seorang suami membuat hatinya terasa pedih.
Sampai pada suatu hari dirinya datang ke Rumah Amalia. Dalam pertemuan itu saya menyarankan agar lebih bersyukur atas anugerah Allah Subhanahu Wa Ta'ala kepadanya, terlebih memiliki dua anak yang masih membutuhkan cinta dan perhatian sebagai ibu sekaligus ayah. Perjuangan yang begitu hebat dilakukan adalah untuk mengubah rasa benci dan dendam terhadap bekas pasangan hidupnya dengan memaafkan dan mengasihi, telah mampu diwujudkan. Bahkan mengajarkan kepada anak-anak agar tetap senantiasa menyayangi dan menghormati ayah mereka. Semua yang telah dilakukan memberikan kedamaian dalam kepedihan dan semakin mendekatkan diri kepada Allah Subhanahu Wa Ta'ala. Sejak itu hari-harinya menjadi indah dan penuh kebahagiaan bersama anak-anaknya.
'Cukuplah Allah menjadi penolong bagi kami dan Dia sebaik-baiknya pelindung. Maka mereka kembali dengan nikmat dan karunia yang besar dari Allah, mereka ditimpa suatu bencana dan mereka mengikuti keridhaan Allah. Allah mempunyai karunia yang besar.' (QS. ali Imran : 173-174).
Perkawinannya tidak melalui proses pacaran, semuanya begitu singkat, tak terasa menikah dan sampai punya anak. hampir delapan tahun perkawinannya semua dilalui dengan air mata dan percekcokan. Dirinya seolah menjadi anak kecil yang selalu dihina. Pendidikan yang cukup tinggi dan pekerjaan yang lebih menjanjikan masa depan di perusahaan asing terpaksa ditinggalkan demi pengabdiannya sebagai seorang istri. terlebih sejak kelahiran anaknya yang kedua. Sejak perceraian itu dirinya dihinggapi rasa sepi dan sendiri, duka dan derita yang dirasakan bercampur baur menimbulkan kekelaman dalam hidupnya. Dirinya mencoba untuk bangkit dengan mencari kesibukan atau pekerjaan ternyata tidak mudah dilakukan. Merubah suasana hati tentunya tidaklah mudah. Paling tidak, keceriaan diwajahnya nampak berbinar.
Sampai kemudian mendapatkan pekerjaan baru sekalipun hanya menjadi staf kantor baginya telah cukup membahagiakan yang penting bisa mendapatkan penghasilan untuk menghidupi dirinya dan anak-anaknya. Meski sederhana ternyata dirinya masih banyak pemuda yang mendekati dirinya, bahkan teman-teman dikantornya tidak ada yang tahu bahwa dirinya sudah memiliki dua anak. Sanjungan yang tidak pernah didengar dari suaminya justru sering didengar dari teman-teman barunya. Tentunya saja trauma perkawinan masih membekas luka dihatinya. Membuat dirinya selalu menjaga jarak kepada siapapun yang mencoba mendekatinya. Luka dihati juga yang menyebabkan sinis terhadap laki-laki sekalipun diusia tiga puluh tahun yang relatif muda masih membutuhkan kasih sayang seorang suami membuat hatinya terasa pedih.
Sampai pada suatu hari dirinya datang ke Rumah Amalia. Dalam pertemuan itu saya menyarankan agar lebih bersyukur atas anugerah Allah Subhanahu Wa Ta'ala kepadanya, terlebih memiliki dua anak yang masih membutuhkan cinta dan perhatian sebagai ibu sekaligus ayah. Perjuangan yang begitu hebat dilakukan adalah untuk mengubah rasa benci dan dendam terhadap bekas pasangan hidupnya dengan memaafkan dan mengasihi, telah mampu diwujudkan. Bahkan mengajarkan kepada anak-anak agar tetap senantiasa menyayangi dan menghormati ayah mereka. Semua yang telah dilakukan memberikan kedamaian dalam kepedihan dan semakin mendekatkan diri kepada Allah Subhanahu Wa Ta'ala. Sejak itu hari-harinya menjadi indah dan penuh kebahagiaan bersama anak-anaknya.
'Cukuplah Allah menjadi penolong bagi kami dan Dia sebaik-baiknya pelindung. Maka mereka kembali dengan nikmat dan karunia yang besar dari Allah, mereka ditimpa suatu bencana dan mereka mengikuti keridhaan Allah. Allah mempunyai karunia yang besar.' (QS. ali Imran : 173-174).
0 Response to "Kedamaian Dalam Kepedihan"
Post a Comment