Hati Yang Tersayat
Hati siapa yang tidak tersayat perih bila pasangan hidupnya berubah. Suaminya bekerja sebagai kontraktor dengan berbagai fasilitas dinikmatinya. Mobil, rumah semuanya tersedia. Namun semua menjadi terasa kering karena begitu pulang kerja suami langsung tidur. Pasangan hidupnya tidak memiliki rasa humor, lebih suka jalan ke mall bersama teman2nya daripada dengan anak & istrinya. Terkadang hal itulah yang membuat sang istri menjadi sakit hati. Begitulah yang dituturkan seorang Ibu bersama yang buah hatinya di Rumah Amalia.
Dalam soal keuangan suami juga sangat tertutup, dirinya tahu bahwa penghasilannya besar tetapi sebagian besar selalu suami pegang sendiri dan tidak pernah tahu berapa uang yang dipegangnya, Padahal dirinya tahu sering melihat dompet suami yang penuh uang. kalau ditanya selalu saja dijawab bahwa itu uang kantor, baru setelah uang itu habis suami bercerita. Biasanya bila saudara datang tanpa sepengetahuan dirinya, suami memberikan uang kepada saudara-saudaranya. Dia sendiri tahu setelah saudaranya itu yang mengatakan. Menurut ukuran dirinya uang itu cukuplah besar. Sementara bila dirumah suami lebih memilih banyak diam, tidak banyak bicara. Tak pernah ramah bila ada keluarga atau orang tua istri yang datang namun ramah bila ada saudara atau keluarganya sendiri.
Tiga kali dirinya sebagai istri mengetahui suaminya menelpon seorang perempuan ke hapenya. Bicaranya mesra sekali. Dirinya juga sering menemukan SMS dari perempuan. Sampai kemudian hal itu menjadi keributan di dalam rumah tangganya. Suaminya marah karena hapenya suka dibuka oleh istri. Sekarang suami malah kalo dirumah hapenya dimatikan. Apalagi sikapnya lebih sering cuekin & terasa dingin ketika berkumpul bersama anak & istrinya. Padahal waktu sebelum menikah, suamilah yang mengejar-ngejar dirinya. 'Apa yang harus saya lakukan Mas Agus Syafii? Kenapa Allah memberikan cobaan yang begitu berat kepada rumah tangga kami?
Kemudian saya menjelaskan kepada beliau bahwa sesungguhnya cara pandang terhadap permasalahan seringkali tidak obyektif, kita sering memilih dan memilah masalah, mana yang kita suka. Padahal itu bukanlah masalah utamanya. Yang terjadi masalah semakin rumit karena ini menyangkut soal perasaan, cinta, dan hubungan suami istri. Mengapa persoalan menjadi ruwet & rumit? Karena hubungan suami istri di dalamnya terdapat harapan, cinta, kerinduan, ketakutan, depresi, kecemasan, kekecewaan, bila ekspektasi yang terlalu berlebihan tapi kenyataan sehari-hari berbeda dari apa yang diharapkan. Tidak ada suami yang sempurnah & tidak ada istri yang sempurna, bila cara memandang pasangan hidup sudah terlanjur buruk maka apapun yang dikerjakan sudah tidak ada yang terlihat baik & positif sehingga kecendrungan ini harus diwaspadai kalo tidak hubungan semakin memburuk & hidup keluarga semakin menderita, anak-anak akhirnya menjadi korban.
dalam penilaiannya, suami sudah tidak lagi memiliki sisi yang baik dan positif. Tidak punya humor, marah kalo ditanya, tidak ramah kepada orang tua & keluarganya, tidak mengajak jalan2, tidak royal kepada keluarganya, tak satupun ada sisi baik & positifnya bukan? Bila kita masih melihat sisi baik & positif dari pasangan hidup kita maka banyak hal yang bisa memperkokoh rumah tangga. Usahakan untuk mencari & menemukan sisi yang baik & positif pada diri suami. Bila suami tidak memiliki rasa humor maka kitalah yang menciptakan rasa humor itu, selain suasana menjadi tidak tegang, keriangan tercipta dengan humor yang kita buat, suamipun juga tertular oleh humor kita. Bila kita bertutur dengan baik yang keluar dari hati yang tulus justru memberikan kesempatan pasangan kita untuk mengeluarkan isi hatinya. Anda perlu berisiatif menciptakan suasana dimana suami berbicara, dia menjadi nyaman karena didengarkan. Untuk itu tidaklah mudah karena dibutuhkan kekuatan yang sangat besar agar bisa menjadi pendengar yang baik.
Kita mencoba dengan mengajaknya ngomong dari hati ke hati. 'Ayo Mas, cerita dong, apa yang membuat Mas kemaren diam aja.' atau 'Mas, kita enaknya ngapain ya biar nggak marahan terus?' Lontaran pertanyaan seperti menjadi pertanda bahwa kita siap menjadi pendengar yang baik. Menjadi pendengar yang baik membutuhkan latihan dan usaha yang terus menerus, kalo pasangan kita berbicara, tidak menyela, tidak memotong pembicaraan atau tidak berkomentar, 'Mas sih, nggak ngertiin aku!' Mendengarkan dan menyimak, tanpa bersikap reaktif seketika namun dikaji dilihat dari sisi yang lebih baik dan lebih positif akan membuat diri kita dan pasangan kita menjadi nyaman. Itulah langkah awal yang bisa beliau lakukan untuk memperbaiki kualitas hubungan dengan suami. Langkah selanjutnya tentu saja bagaimana ibu lebih menghargai sisi-sisi positif pada diri suami dan menciptakan suasana nyaman bagi keluarga dan anak2nya. Dan yang jauh lebih penting dari semua itu adalah kekokohan dan sadaran kepada Allah itulah menjadi pondasi bagi keluarga kita. Bila pondasinya kuat maka goncangan seberat apapun keluarga tetap akan utuh. Hanya pertolongan Allahlah yang menjadikan keluarga kita menjadi keluarga sakinah mawaddah warahmah. Mohon & berdoalah kepada Allah agar keluarga kita senantiasa diberkahi oleh Allah.
Dalam soal keuangan suami juga sangat tertutup, dirinya tahu bahwa penghasilannya besar tetapi sebagian besar selalu suami pegang sendiri dan tidak pernah tahu berapa uang yang dipegangnya, Padahal dirinya tahu sering melihat dompet suami yang penuh uang. kalau ditanya selalu saja dijawab bahwa itu uang kantor, baru setelah uang itu habis suami bercerita. Biasanya bila saudara datang tanpa sepengetahuan dirinya, suami memberikan uang kepada saudara-saudaranya. Dia sendiri tahu setelah saudaranya itu yang mengatakan. Menurut ukuran dirinya uang itu cukuplah besar. Sementara bila dirumah suami lebih memilih banyak diam, tidak banyak bicara. Tak pernah ramah bila ada keluarga atau orang tua istri yang datang namun ramah bila ada saudara atau keluarganya sendiri.
Tiga kali dirinya sebagai istri mengetahui suaminya menelpon seorang perempuan ke hapenya. Bicaranya mesra sekali. Dirinya juga sering menemukan SMS dari perempuan. Sampai kemudian hal itu menjadi keributan di dalam rumah tangganya. Suaminya marah karena hapenya suka dibuka oleh istri. Sekarang suami malah kalo dirumah hapenya dimatikan. Apalagi sikapnya lebih sering cuekin & terasa dingin ketika berkumpul bersama anak & istrinya. Padahal waktu sebelum menikah, suamilah yang mengejar-ngejar dirinya. 'Apa yang harus saya lakukan Mas Agus Syafii? Kenapa Allah memberikan cobaan yang begitu berat kepada rumah tangga kami?
Kemudian saya menjelaskan kepada beliau bahwa sesungguhnya cara pandang terhadap permasalahan seringkali tidak obyektif, kita sering memilih dan memilah masalah, mana yang kita suka. Padahal itu bukanlah masalah utamanya. Yang terjadi masalah semakin rumit karena ini menyangkut soal perasaan, cinta, dan hubungan suami istri. Mengapa persoalan menjadi ruwet & rumit? Karena hubungan suami istri di dalamnya terdapat harapan, cinta, kerinduan, ketakutan, depresi, kecemasan, kekecewaan, bila ekspektasi yang terlalu berlebihan tapi kenyataan sehari-hari berbeda dari apa yang diharapkan. Tidak ada suami yang sempurnah & tidak ada istri yang sempurna, bila cara memandang pasangan hidup sudah terlanjur buruk maka apapun yang dikerjakan sudah tidak ada yang terlihat baik & positif sehingga kecendrungan ini harus diwaspadai kalo tidak hubungan semakin memburuk & hidup keluarga semakin menderita, anak-anak akhirnya menjadi korban.
dalam penilaiannya, suami sudah tidak lagi memiliki sisi yang baik dan positif. Tidak punya humor, marah kalo ditanya, tidak ramah kepada orang tua & keluarganya, tidak mengajak jalan2, tidak royal kepada keluarganya, tak satupun ada sisi baik & positifnya bukan? Bila kita masih melihat sisi baik & positif dari pasangan hidup kita maka banyak hal yang bisa memperkokoh rumah tangga. Usahakan untuk mencari & menemukan sisi yang baik & positif pada diri suami. Bila suami tidak memiliki rasa humor maka kitalah yang menciptakan rasa humor itu, selain suasana menjadi tidak tegang, keriangan tercipta dengan humor yang kita buat, suamipun juga tertular oleh humor kita. Bila kita bertutur dengan baik yang keluar dari hati yang tulus justru memberikan kesempatan pasangan kita untuk mengeluarkan isi hatinya. Anda perlu berisiatif menciptakan suasana dimana suami berbicara, dia menjadi nyaman karena didengarkan. Untuk itu tidaklah mudah karena dibutuhkan kekuatan yang sangat besar agar bisa menjadi pendengar yang baik.
Kita mencoba dengan mengajaknya ngomong dari hati ke hati. 'Ayo Mas, cerita dong, apa yang membuat Mas kemaren diam aja.' atau 'Mas, kita enaknya ngapain ya biar nggak marahan terus?' Lontaran pertanyaan seperti menjadi pertanda bahwa kita siap menjadi pendengar yang baik. Menjadi pendengar yang baik membutuhkan latihan dan usaha yang terus menerus, kalo pasangan kita berbicara, tidak menyela, tidak memotong pembicaraan atau tidak berkomentar, 'Mas sih, nggak ngertiin aku!' Mendengarkan dan menyimak, tanpa bersikap reaktif seketika namun dikaji dilihat dari sisi yang lebih baik dan lebih positif akan membuat diri kita dan pasangan kita menjadi nyaman. Itulah langkah awal yang bisa beliau lakukan untuk memperbaiki kualitas hubungan dengan suami. Langkah selanjutnya tentu saja bagaimana ibu lebih menghargai sisi-sisi positif pada diri suami dan menciptakan suasana nyaman bagi keluarga dan anak2nya. Dan yang jauh lebih penting dari semua itu adalah kekokohan dan sadaran kepada Allah itulah menjadi pondasi bagi keluarga kita. Bila pondasinya kuat maka goncangan seberat apapun keluarga tetap akan utuh. Hanya pertolongan Allahlah yang menjadikan keluarga kita menjadi keluarga sakinah mawaddah warahmah. Mohon & berdoalah kepada Allah agar keluarga kita senantiasa diberkahi oleh Allah.
0 Response to "Hati Yang Tersayat"
Post a Comment