Berjalan Kaki
Merupakan kegiatan yang amat menyenangkan buat saya ketika hendak berangkat ke kantor. Sehabis sholat subuh, bermain sejenak dengan Hana setelah itu sarapan sambil menonton berita. Berangkat ke kantor dipagi hari berjalan kaki dengan diantar anak dan istri bertegur sapa dengan tetangga. Oleh sebab itu berjalan kaki terasa lebih bermakna sebagai silaturahmi. Sedangkan silaturahmi, menurut ajaran Nabi Muhammad SAW ada dua manfaat. Pertama, memanjangkan usia dan yang kedua menambah rizki.
Berjalan kaki buat saya sebuah aktifitas yang murah dan menyenangkan. Kemana-mana jalan kaki, naik angkot karena memang tidak punya kendaraan, sepeda motor atau mobil.
Pernah suatu ketika saya berbincang dengan “Gondrong” Si penjual bubur, dengan bangganya dia bercerita bahwa dirinya selama 15 tahun berjalan kaki kalau pergi ke pasar atau berjualan bubur. Katanya, berjalan kaki adalah sebagai bentuk rasa syukur karena Allah SWT telah memberinya “kekayaan” dengan wujud kaki yang kuat, yang lebih berharga dari kendaraan bermotor jenis apapun. Sejauh apapun kita jalan, kita tidak akan terasa lelah melainkan kaki bertambah kuat, badan menjadi sehat. Begitulah katanya.
Amatlah sederhana yang diucapkan “Gondrong” Si penjual bubur dengan menyebut kaki sebagai “kekayaan” yang tak ternilai harganya. Seringkali kaki diabaikan dan disepelekan begitu kehadiran kekayaan dengan wujud kendaraan membuat kita menjadi enggan dan malas berjalan kaki. Tubuh menolak, berjalan sedikitpun kaki terasa menjadi kesemutan. “Ah, buat apa berjalan kaki. Udah ada tukang ojek ini. Nyapek2in aja jalan kaki.” Begitulah kata saya pada istri kalau pas lagi malasnya datang.
Sungguh betapa sulitnya mendidik diri sendiri. Berjalan kaki buat saya bukan hanya sekedar karena tidak punya motor atau mobil, biar kuat ataupun sehat tapi juga sebagai upaya mendidik diri sendiri agar senantiasa mensyukuri nikmat apa yang oleh Allah SWT telah berikan.
Lantas bagaimana dengan anda? Masih berminatkah jalan kaki
Berjalan kaki buat saya sebuah aktifitas yang murah dan menyenangkan. Kemana-mana jalan kaki, naik angkot karena memang tidak punya kendaraan, sepeda motor atau mobil.
Pernah suatu ketika saya berbincang dengan “Gondrong” Si penjual bubur, dengan bangganya dia bercerita bahwa dirinya selama 15 tahun berjalan kaki kalau pergi ke pasar atau berjualan bubur. Katanya, berjalan kaki adalah sebagai bentuk rasa syukur karena Allah SWT telah memberinya “kekayaan” dengan wujud kaki yang kuat, yang lebih berharga dari kendaraan bermotor jenis apapun. Sejauh apapun kita jalan, kita tidak akan terasa lelah melainkan kaki bertambah kuat, badan menjadi sehat. Begitulah katanya.
Amatlah sederhana yang diucapkan “Gondrong” Si penjual bubur dengan menyebut kaki sebagai “kekayaan” yang tak ternilai harganya. Seringkali kaki diabaikan dan disepelekan begitu kehadiran kekayaan dengan wujud kendaraan membuat kita menjadi enggan dan malas berjalan kaki. Tubuh menolak, berjalan sedikitpun kaki terasa menjadi kesemutan. “Ah, buat apa berjalan kaki. Udah ada tukang ojek ini. Nyapek2in aja jalan kaki.” Begitulah kata saya pada istri kalau pas lagi malasnya datang.
Sungguh betapa sulitnya mendidik diri sendiri. Berjalan kaki buat saya bukan hanya sekedar karena tidak punya motor atau mobil, biar kuat ataupun sehat tapi juga sebagai upaya mendidik diri sendiri agar senantiasa mensyukuri nikmat apa yang oleh Allah SWT telah berikan.
Lantas bagaimana dengan anda? Masih berminatkah jalan kaki
1 Response to "Berjalan Kaki"
Dear Pak Agus, as a matter of fact, (long distance) walking is one of my hobbies, and I still occassionally do it for several reasons. One is for my own health, or to save time (esp if the road is packed with traffic), etc. But the most important thing that I enjoy from the activity is to see how the daily life of ordinary people are walked. And I really love it! I could learn a lot from it. Since appearantly you also enjoy it, so I guess I shall say, "..have a nice walking?.." (smilling).
Post a Comment