Pikiran Yang Terluka
Mencintai apapun dalam ajaran agama kita tidak boleh berlebihan, juga termasuk mencintai anak kita sendiri. Jika tidak, kecintaan yang berlebihan bisa menjadi belenggu dalam kehidupan kita. Saya punya kisah, dirumah kami pernah didatangi seorang pelukis yang mengantarkan sebuah lukisan wajah seorang gadis cantik milik salahsatu kerabat. Sang pelukis itu menceritakan bahwa lima bulan yang lalu salah satu kerabat kami datang kepadanya untuk melukis wajah gadis, anaknya yang sudah meninggal 8 tahun yang lalu. Kata pelukis, sewaktu lukisan itu dalam sketsa kerabat itu menangis melihatnya.
Setelah selesai bercerita pelukis itu hendak menyerahkan lukisan itu kepada bapak karena tidak pernah diambil. Tetapi bapak menolaknya, karena selain bukan bapak yang memesan. Jika kerabat yang memesan itu datang bersilaturahmi akan membuat luka dipikirannya lebih dalam. “Kok pikiran bisa terluka?”tanya saya. “Iya, hatinya sudah ikhlas atas kepergian anak gadisnya tetapi pikirannya belum bisa melupakan.itu yang membuat pikirannya terluka.”kata bapak.
Setelah selesai bercerita pelukis itu hendak menyerahkan lukisan itu kepada bapak karena tidak pernah diambil. Tetapi bapak menolaknya, karena selain bukan bapak yang memesan. Jika kerabat yang memesan itu datang bersilaturahmi akan membuat luka dipikirannya lebih dalam. “Kok pikiran bisa terluka?”tanya saya. “Iya, hatinya sudah ikhlas atas kepergian anak gadisnya tetapi pikirannya belum bisa melupakan.itu yang membuat pikirannya terluka.”kata bapak.
0 Response to "Pikiran Yang Terluka"
Post a Comment