Air Mata Yang Berlinang
DI Rumah Amalia sore itu ada laki-laki terbilang muda, sebagai kepala rumah tangga tentunya selalu berharap untuk tegar dan kuat. Airmatanya berlinang, dirinya ingin selalu tegar dan kuat dalam menjalani hidup, namun kehilangan istri dan anak disaat berturut-turut sungguh membuat hatinya tergores luka dan perih. Air matanya menetes. dirinya hampir kehilangan kekuatan hidup. Kisah itu diawali dengan pernikahannya yang sederhana. Kehidupan rumah tangga penuh kebahagiaan, restu kedua orang tua, sahabat kerabat dan teman-teman selalu menghiasi bahtera rumah tangganya. Sekalipun orang tuanya menawarkan untuk tinggal bersama, dengan ketulusan hati mereka berdua sepakat untuk hidup mandiri sekalipun harus tinggal dipetakan rumah yang sempit. Alhamdulillah, pernikahannya benar-benar membawa berkah bagi dirinya dan istri. Rizki mengalir begitu berlimpah. Kondisi makin membaik sehingga bisa mempunyai rumah mungil sederhana.
Allah seperti melimpahkan begitu banyak anugerah, istrinya hamil. Sekalipun dalam keadaan hamil, istri memilih untuk tetap bekerja. diusia kandungan sudah tua istri mengambil cuti. Beberapa hari mengambil cuti perutnya terasa mulas bergegas dibawa ke rumah sakit. Sesampai rumah sakit sudah mencapai bukaan kelima hingga bayinya terlahir dengan selamat tanpa harus operasi. Kebahagiaan terpancar diwajah. Kehadiran sang buah hati adalah kebahagiaan dirinya, istri dan kedua keluarga besar. Sampai satu pagi disaat dirinya hendak ke kantor terdengar suara teriakan keras istrinya. Ia berlari menuju kamar, terlihat wajah sang istri kesakitan kesulitan bernapas. Ia berlari kencang dengan membopong tubuh istrinya dimasukkan ke dalam mobil menuju rumah sakit. Tiada henti memohon kepada Allah agar istri diselamatkan. Namun Allah punya rencana lain. Dokter menyatakan nyawa istrinya sudah tidak tertolong lagi. Air matanya meleleh membasahi pipi bersimpuh dilantai rumah sakit. hatinya menjerit. “Ya Allah, betapa berat cobaan hidup ini!”
Disaat kehilangan istri, setiap kali melihat wajah bayi mungilnya tak ingin membuat anaknya yang sudah kehilangan ibu juga kehilangan ayahnya yang terus terpuruk. Diasuh bayi itu dengan kebahagiaan. Di rumah jika ia pergi ke kantor, bayinya diasuh oleh baby sister yang sudah berpengalaman. Hari-harinya berlalu begitu cepat, luka dihati akibat kehilangan istri belumlah sembuh. Hampir setiap hari selalu menggendong bayinya yang lucu. Siang itu ia sang buah hati tertidur lelap dipangkuannya, dengan berhati-hati menaruhnya di dalam tempat tidur. Selepas sholat dzuhur bagaikan tersambar petir disiang hari. Betapa shock dirinya bayi bungil dan lucu sudah tak bernapas lagi. Putrinya meninggal dunia sebulan setelah ibundanya. Oleh dokter disebutnya akibat SIDS, Sudden Infant Death syndrome atau Sindroma kematian bayi mendadak. Ia raih bayinya, ditimang dan dicium pipinya dengan menjerit histeris. Ya Allah, Engkau ambil istriku! Sekarang Engkau ambil juga putriku!” dipeluk erat sambil memanggil namanya, ia berharap anaknya akan bangun namun tubuh mungil itu tetap diam membisu. Disaat itulah dirinya benar-benar hancur dan terpuruk. Allah membimbing dirinya, agar lebih mendekatkan diri kepadaNya. Sekaranh justru ada kerinduan untuk senantiasa dekat dengan Allah. Alhamdulillah melalui Rumah Amalia ia bisa berbagi dan ia menyadari lebih banyak orang yang lebih menderita daripada dirinya.
Allah seperti melimpahkan begitu banyak anugerah, istrinya hamil. Sekalipun dalam keadaan hamil, istri memilih untuk tetap bekerja. diusia kandungan sudah tua istri mengambil cuti. Beberapa hari mengambil cuti perutnya terasa mulas bergegas dibawa ke rumah sakit. Sesampai rumah sakit sudah mencapai bukaan kelima hingga bayinya terlahir dengan selamat tanpa harus operasi. Kebahagiaan terpancar diwajah. Kehadiran sang buah hati adalah kebahagiaan dirinya, istri dan kedua keluarga besar. Sampai satu pagi disaat dirinya hendak ke kantor terdengar suara teriakan keras istrinya. Ia berlari menuju kamar, terlihat wajah sang istri kesakitan kesulitan bernapas. Ia berlari kencang dengan membopong tubuh istrinya dimasukkan ke dalam mobil menuju rumah sakit. Tiada henti memohon kepada Allah agar istri diselamatkan. Namun Allah punya rencana lain. Dokter menyatakan nyawa istrinya sudah tidak tertolong lagi. Air matanya meleleh membasahi pipi bersimpuh dilantai rumah sakit. hatinya menjerit. “Ya Allah, betapa berat cobaan hidup ini!”
Disaat kehilangan istri, setiap kali melihat wajah bayi mungilnya tak ingin membuat anaknya yang sudah kehilangan ibu juga kehilangan ayahnya yang terus terpuruk. Diasuh bayi itu dengan kebahagiaan. Di rumah jika ia pergi ke kantor, bayinya diasuh oleh baby sister yang sudah berpengalaman. Hari-harinya berlalu begitu cepat, luka dihati akibat kehilangan istri belumlah sembuh. Hampir setiap hari selalu menggendong bayinya yang lucu. Siang itu ia sang buah hati tertidur lelap dipangkuannya, dengan berhati-hati menaruhnya di dalam tempat tidur. Selepas sholat dzuhur bagaikan tersambar petir disiang hari. Betapa shock dirinya bayi bungil dan lucu sudah tak bernapas lagi. Putrinya meninggal dunia sebulan setelah ibundanya. Oleh dokter disebutnya akibat SIDS, Sudden Infant Death syndrome atau Sindroma kematian bayi mendadak. Ia raih bayinya, ditimang dan dicium pipinya dengan menjerit histeris. Ya Allah, Engkau ambil istriku! Sekarang Engkau ambil juga putriku!” dipeluk erat sambil memanggil namanya, ia berharap anaknya akan bangun namun tubuh mungil itu tetap diam membisu. Disaat itulah dirinya benar-benar hancur dan terpuruk. Allah membimbing dirinya, agar lebih mendekatkan diri kepadaNya. Sekaranh justru ada kerinduan untuk senantiasa dekat dengan Allah. Alhamdulillah melalui Rumah Amalia ia bisa berbagi dan ia menyadari lebih banyak orang yang lebih menderita daripada dirinya.
0 Response to "Air Mata Yang Berlinang"
Post a Comment