Airmata untuk seorang Teman
Sore itu saya kedatangan tamu, putrinya teman mengabarkan bahwa ayahnya memanggil agar ke rumah. Teman itu adalah seorang guru, hampir seumur hidupnya digunakan untuk mengabdi didunia pendidikan. Kami sering berdiskusi bagaimana membuat program pembelajaran bagi masyarakat.
Sore itu Pak Pendi dengan senyum khasnya menyapa saya. Setelah itu kami berbincang banyak “Mas Agus, jangan pernah lelah untuk mengajar. Sekalipun mengajar tidak mendatangkan materi yang berlimpah” katanya. “Baik pak, terima kasih nasehatnya” Jawab saya. Diskusi kami makin hangat. Tak terasa terdengar kumandang adzan maghrib saya pamit pulang.
Ba’da Isya’ istri saya mengabarkan, “Mas, mas, Pak Pendi meninggal lo. Udah sana takziyah.” Kabar itu menyesakkan dada. Seolah tak percaya, air mata saya tak terasa menetes, terbayang senyumnya yang khas sosok seorang guru. Kata-katanya seolah masih terekam, “Mas Agus, jangan pernah lelah untuk mengajar. Sekalipun mengajar tidak mendatangkan materi yang berlimpah” Kata-kata itu terasa menyengat.
Selamat Jalan Pak Pendi, doa kami menyertaimu...
Sore itu Pak Pendi dengan senyum khasnya menyapa saya. Setelah itu kami berbincang banyak “Mas Agus, jangan pernah lelah untuk mengajar. Sekalipun mengajar tidak mendatangkan materi yang berlimpah” katanya. “Baik pak, terima kasih nasehatnya” Jawab saya. Diskusi kami makin hangat. Tak terasa terdengar kumandang adzan maghrib saya pamit pulang.
Ba’da Isya’ istri saya mengabarkan, “Mas, mas, Pak Pendi meninggal lo. Udah sana takziyah.” Kabar itu menyesakkan dada. Seolah tak percaya, air mata saya tak terasa menetes, terbayang senyumnya yang khas sosok seorang guru. Kata-katanya seolah masih terekam, “Mas Agus, jangan pernah lelah untuk mengajar. Sekalipun mengajar tidak mendatangkan materi yang berlimpah” Kata-kata itu terasa menyengat.
Selamat Jalan Pak Pendi, doa kami menyertaimu...
0 Response to "Airmata untuk seorang Teman"
Post a Comment