Selamat Dari Kehancuran
Di Rumah Amalia seorang bapak bertutur kepada saya, pertengkaran demi pertengkaran mewarnai rumah tangga kami, tak terelakkan lagi. Sampai pada suatu hari istrinya mengancam, memaksa minta cerai. Dalam keadaan emosi dirinya menjawab tantangan itu, 'Siapa takut? Ayo kita urus..!' Meskipun orang tua dan saudaranya menahan agar bersabar, toh istrinya tetap memaksa malam itu juga pulang ke rumah orang tuanya dengan membawa anak laki-lakinya yang baru berumur satu tahun, sementara anak laki-laki yang sulung berumur empat tahun tetap bersamanya.
Setelah bepergian istrinya, terasa betapa repotnya harus memasak, mengurus rumah tangga, mencuci, membersihkan lantai, memandikan anak, memakaikan baju, menyuapi. Padahal dirinya juga harus membuka toko yang ada di depan rumah. Rasa sepi, marah, dendam, kecewa, kesal atas semua yang terjadi bercampur aduk dalam pikirannya. Hidupnya menjadi kacau, rumah dan tokonya lama-lama tak terurus, anaknya dan dirinya terbengkalai, mulailah terseret oleh pengaruh judi dan kehidupan malam. Makin lama usahanya semakin habis. Orang tuanya marah atas semua kelakuaan dan cara hidupnya.
Matanya nampak berkaca-kaca, wajahnya terlihat letih. Malam itu di Rumah Amalia terasa hening. Tidak lama kemudian istri saya menyuguhkan teh manis dan kue. Beberapa kali terlihat tangannya menyeka air mata yang sudah berjatuhan dipipinya. Saya kemudian mempersilahkan untuk mengambil air wudhu dan mengingatkan bahwa apapun yang terjadi pada dirinya untuk mengembalikan semua masalah hidupnya kepada Allah Subhanahu Wa Ta'ala dan menerima dengan ikhlas apapun yang telah terjadi. 'Jemputlah istri dan meminta maaf adalah tindakan mulia agar semuanya berkumpul kembali,' pesan saya padanya sebelum akhirnya pamit pulang.
Tidak peduli akan harga diri atau kesombongan. Dirinya dan anaknya membutuhkan sosok istrinya dalam segala hal, meski dia tahu bagaimana kelakuan dan sifatnnya. Berkali-kali menjemput istrinya meskipun orang tua melarang untuk merendahkan diri sedemikian rupa. Akhirnya sang istri mau kembali ke rumah. Hari-hari berlalu jauh lebih indah dibanding sebelumnya. Keadaan ekonomi semakin membaik, kata-kata pahit yang biasa keluar sudah dilupakan. Suara lantunan ayat suci al-Quran senantiasa terdengar setiap sehabis sholat maghrib. Ujian dan cobaan yang Allah berikan pada keluargannya telah mampu dilewatinya dengan baik. Keluarganya selamat dari kehancuran dengan memohon pertolongan kepada Allah.
Di hari kemenangan, bersama istri dan anak-anaknya, beliau hadir dengan wajah penuh senyuman, senyum penuh keberkahan dan kemuliaan di Rumah Amalia. Hari yang indah terasa syahdu disaat berkumandang takbir menyentuh kalbu. Saya juga bisa merasakan kebahagiaan yang begitu indah. 'Terima kasih Mas Agus, Alhamdulillah, Segala Puji Bagi Allah. Allah begitu sangat menyayangi kami sekeluarga yang telah menyelamatkan kami dari kehancuran,' ucapnya penuh syukur kehadirat Allah Subhanahu Wa Ta'ala. Subhanallah..
Setelah bepergian istrinya, terasa betapa repotnya harus memasak, mengurus rumah tangga, mencuci, membersihkan lantai, memandikan anak, memakaikan baju, menyuapi. Padahal dirinya juga harus membuka toko yang ada di depan rumah. Rasa sepi, marah, dendam, kecewa, kesal atas semua yang terjadi bercampur aduk dalam pikirannya. Hidupnya menjadi kacau, rumah dan tokonya lama-lama tak terurus, anaknya dan dirinya terbengkalai, mulailah terseret oleh pengaruh judi dan kehidupan malam. Makin lama usahanya semakin habis. Orang tuanya marah atas semua kelakuaan dan cara hidupnya.
Matanya nampak berkaca-kaca, wajahnya terlihat letih. Malam itu di Rumah Amalia terasa hening. Tidak lama kemudian istri saya menyuguhkan teh manis dan kue. Beberapa kali terlihat tangannya menyeka air mata yang sudah berjatuhan dipipinya. Saya kemudian mempersilahkan untuk mengambil air wudhu dan mengingatkan bahwa apapun yang terjadi pada dirinya untuk mengembalikan semua masalah hidupnya kepada Allah Subhanahu Wa Ta'ala dan menerima dengan ikhlas apapun yang telah terjadi. 'Jemputlah istri dan meminta maaf adalah tindakan mulia agar semuanya berkumpul kembali,' pesan saya padanya sebelum akhirnya pamit pulang.
Tidak peduli akan harga diri atau kesombongan. Dirinya dan anaknya membutuhkan sosok istrinya dalam segala hal, meski dia tahu bagaimana kelakuan dan sifatnnya. Berkali-kali menjemput istrinya meskipun orang tua melarang untuk merendahkan diri sedemikian rupa. Akhirnya sang istri mau kembali ke rumah. Hari-hari berlalu jauh lebih indah dibanding sebelumnya. Keadaan ekonomi semakin membaik, kata-kata pahit yang biasa keluar sudah dilupakan. Suara lantunan ayat suci al-Quran senantiasa terdengar setiap sehabis sholat maghrib. Ujian dan cobaan yang Allah berikan pada keluargannya telah mampu dilewatinya dengan baik. Keluarganya selamat dari kehancuran dengan memohon pertolongan kepada Allah.
Di hari kemenangan, bersama istri dan anak-anaknya, beliau hadir dengan wajah penuh senyuman, senyum penuh keberkahan dan kemuliaan di Rumah Amalia. Hari yang indah terasa syahdu disaat berkumandang takbir menyentuh kalbu. Saya juga bisa merasakan kebahagiaan yang begitu indah. 'Terima kasih Mas Agus, Alhamdulillah, Segala Puji Bagi Allah. Allah begitu sangat menyayangi kami sekeluarga yang telah menyelamatkan kami dari kehancuran,' ucapnya penuh syukur kehadirat Allah Subhanahu Wa Ta'ala. Subhanallah..
2 Responses to "Selamat Dari Kehancuran"
keagungan yang maha KUASA... mungkin jika q tetap tawakal, perkawinanku g akan terus hancur seperti ini, pelaminanku musnah, mahligai yg q cipta dlm setengah tahun, akhirnya dimiliki gadis lain....
terkadang emosi dan rasa gengsi menghancurkan smuanya... tapi keikhlasan dan kesabaran serta belajar dari pengalaman akan membuat kita lebih baik ke depannya, amien...
Post a Comment