Mengakhiri Kedukaan

Saya pagi tadi menerima email dari seorang Ibu yang beberapa hari yang lalu sempat berkunjung ke Rumah Amalia, beliau menuturkan kisahnya sampai saya meneteskan air matanya terbayang betapa beratnya kehidupan yang harus dilalui oleh beliau.

Assalamu'alaikum Mas Agus Syafii,

Apa kabar pagi ini? semoga Mas Agus dan keluarga besar Rumah Amalia sehat walafiat yak!Masih inget aku to? yang kemaren tempo hari ke Rumah Amalia? Aku pengen sedikit sharing sapa tau bisa membantu buat teman2 yg mengalami prolem yang sama seperti yg sedang aku alami sebagai 'single parent.' status sosial yang keren, Wow....Jika kurenungkan berbulan-bulan telah berlalu. Kusadari sisa-sisa depresi karena kehilangan orang yang kucintai tidak lagi sedemikian besar seperti ketika baru terjadi. Bersama berlalunya waktu dan kesibukan aku bersama anak-anak bisa menyesuaikan dengan tidak hadirnya suamiku dalam kehidupan kami.

Dihari pertama setelah dimakamkan suamiku, anakku yang paling kecil bertanya, 'Mamah, nggak ada papah sepi ya?' Pertanyaan spontan yang terlontar dari anakku itu seperti pisau yang menyayat hatiku. Terasa perih. Hari-hari yang berlalu dalam kesunyian, semua mengingatkan kami kepada seseorang yang hadir dengan senyum dan tawanya diantara kami, anak-anak dan istrinya. Sarapan pagi yang sepi, kami tak berselera melahap apa yang tersedia, meski aku selalu menyediakan telor ceplok almarhum suamiku dan kursi kesayangannya kini tetaplah kosong.

Disetiap dalam percakapan dengan teman-teman di pengajian antar keluarga atau pertemuan arisan yang aku ikuti selama almarhum suamiku masih hidup, aku tidak pernah merasa 'single parent' setiap mereka menanyakan selalu aku menjawabnya dengan kata 'alhamdulillah kami sehat' atau 'kami akan pertimbangkan dulu' kami yang dimaksud adalah aku dan suamiku. Ada rasa dihati yang kurang sreg melihat tatapan mata mereka yang mengenal kami pasca meninggalnya suamiku. Akhirnya aku memutuskan tidak lagi mengikuti acara-acara seperti itu lagi.

Jika aku bertemu dengan orang yang tidak dikenal, ku ceritakan kalo aku masih mempunyai seorang suami dan selalu aku cari alasan mengapa tidak ada di rumah. Aku menyadari bahwa perbuatan seperti itu tidak boleh karena membohongi orang lain namun aku seringkali menghibur diriku sendiri untuk melindungi aku dan keluarga jangan sampai dihina dan direndahkan orang lain setelah mereka mengetahui status perkawinanku. Bahkan di status FBku masih tertulis menikah. Aku belum bisa menerima kenyataan bahwa suamiku sudah tiada. Seringkali aku mengajaknya bercakap-cakap dan seolah dia menjawab dalam bayangan dibenakku.

Dan aku tak suka dengan sebutan 'Single Parent' atau bahasa umumnya disebut dengan 'janda.' sebutan itu membuatku tidak nyaman, nggak enak buatku yang masih muda. Tanpa kusadari perhatianku ama anak-anak menjadi berkurang. Anak-anak tidak terurus karena aku tenggelam dalam kesedihan dan kesunyian tanpa suami sehingga aku sering melamun. Aku menjadi cuek setiap kali anak-anak bertanya padahal mereka juga membutuhkan kasih sayangku sebagai orang tua, ibu yang sekaligus ayah. Wajahku menjadi muram, penampilan yang tidak terurus aku makin menakutkan bagi anak-anak dan para tetanggaku, hehehe..serem nggak tuh Mas ^_^ (ojo diledek yo...!)

Kebayang nggak Mas, aku kayak begitu hampir setahun lebih dikit..terus hidup dalam bayang-bayang almarhum suamiku dan benak hayalanku seolah itu nyata. Sampai aku lihat sampeyan punya kegiatan di Rumah Amalia. Jujur wae sebenarnya aku males dan nggak pengen ke Rumah Amalia cuman waktu itu aku dipaksa ama temanku yang nggak tahu daerah Ciledug, minta ditemenin. 'Yo wis-lah timbangane mumet nang omah wae' aku akhirnya ikut ke Rumah Amalia. Sejak awal pertemuan aku merasakan berbeda seperti bayanganku. Aku merasakan kehangatan dan cinta kasih yang tulus dari Mas Agus dan anak-anak Amalia.

Aku jadi ngerti ternyata ada orang mengalami hal-hal yang lebih berat dari yang aku alami dan banyak orang yang juga kehilangan orang2 yang dicintai, aku sadar status sosialku tidak perlu membuatku malu, tidak perlu dibanggakan namun juga tidak perlu dipersoalan. Doa bersama anak-anak Amalia itu benar-benar membuat hatiku menjadi tenteram dan damai Mas..Ternyata masih banyak orang yang mau menjadi temanku dan mereka menerimaku apa adanya. Sejak dari Rumah Amalia itu aku mengikuti kegiatan-kegiatan baru, seperti kegiatan sosial di RT, pengajian bahkan ikutan Kopdar temen2 di FB.

Aku jadi lebih memperhatikan anak-anakku, kalo waktunya sholat, aku selalu ingetin mereka. Jangan sampai mereka lalai melaksanakan sholat lima waktunya. Ternyata aku masih menjadi manusia yang utuh sekalipun aku udah kehilangan suami. Masih banyak orang yang mebutuhkan keberadaanku, bukan hanya anak-anakku tapi juga teman, kerabat dan aku seperti dibutuhkan bagi anak-anak Amalia. Sekarang aku nggak malu lagi Mas Agus...untuk berterus terang kepada siapapun yang aku jumpai tentang siapa aku yang sebenarnya. Aku sudah cukup kuat dan mampu mengakhiri semua kedukaan yang aku rasakan sekalipun kejujuranku terasa perih dihati. Aku harus bisa bersyukur dan menerima apa yang ada, yang aku miliki sekarang ini bahkan juga hidupku sendiri adalah anugerah Allah Subhanahu Wa Ta'ala, masih banyak orang yang membutuhkan kehadiran dan uluran kasih sayangku Mas..Subhanallah

0 Response to "Mengakhiri Kedukaan"

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel