Biarin Aja
Pagi yang cerah, matahari memancarkan sinarnya menghangatkan tubuh. Mengirup udara merupakan anugerah yang tiada tara. Menapaki jalan, diantar oleh anak dan istri berangkat kerja adalah kebahagiaan yang tersendiri. Tak lama sudah duduk manis di bus Patas AC berjalan pelan menuju Senen. Penumpang mulai penuh, bahkan nampak yang berdiri. Laju bus yang awalnya pelan mulai melaju dengan cepat. Ditengah laju bus yang cepat, tiba-tiba ada bus lain yang menyalip membuat bus yang saya tumpangi berhenti mendadak. Semua penumpang bus kaget setengah mati.
Ada seorang ibu berteriak mencaci maki pak sopir, ada bapak yang istighfar, sebagian lainnya mengelus dada. Dibelakang bus yang menyalip ada tulisan yang besar bunyinya, “Biarin Aja.” Mendamaikan diri untuk bisa selalu bersabar bukanlah hal yang mudah. Apa lagi ditengah deru kota Jakarta, bersabar merupakan satu kegiatan yang mewah.
Cobalah perhatikan dijalan raya, semua melaju dengan kencangnya. Baik kendaraan umum, kendaraan pribadi roda empat maupun roda dua semuanya terlihat saling tidak mau mengalah, yang paling tidak nyaman menjadi pejalan kaki, hamper tidak memiliki ruang untuk bisa berjalan kaki dengan santai.
Beberapa waktu lalu ada seorang ibu yang berkonsultasi, bahwa dirinya sakit hati, dia menceritakan ketika suaminya hendak dinas keluar kota sambil menyiapkan baju, suaminya marah-marah. Saya sudah menyiapkan keperluannya dengan baik-baik, e..malah dia marah-marah. Apa saya tidak sakit hati pak. Terus apa yang saya harus lakukan biar suami saya tidak seenaknya marah-marah, katanya. Biarin aja, jawab saya.
Seminggu kemudian ibu tadi kembali menghubungi saya dan mengatakan suami sudah kembali dari dinasnya dari luar kota dan suaminya dengan santainya tanpa minta maaf, katanya sudah lupa, kapan dia marah-marah pada istrinya. Apa saya tidak dongkol, bagaimana mungkin saya sakit hati sementara suami saya bilang, kapan ya saya marah-marahnya.
Begitulah kehidupan yang selalu saja kita terbelenggu oleh peristiwa-peristiwa yang membuat diri kita menterjemahkan sebagai sesuatu yang menyakitkan hati kita, sementara pelaku yang telah menyakiti hati kita sendiri sudah lupa kapan dia melakukannya. Cara yang paling mudah untuk melepaskan belenggu-belenggu peristiwa yang menyakitkan adalah dengan tidak menyimpan kejadian buruk itu ke dalam memori kita, jadi ya biarin aja semua itu berlalu.
Membiarkan semua kejadian berlalu seperti yang dikatakan Krisna Murti membuat diri kita selalu lahir kembali dan keberanian kita untuk mati pada masa lalu. Membuat hidup ini menjadi penuh keriangan tanpa dihinggapi oleh berbagai problem kehidupan.
Keriangan hidup saya hadir dengan menyaksikan Hana bermain dengan teman-teman belajar mengaji, tanpa takut salah Hana selalu membaca Iqro’ dan ikut menghapal doa-doa atau ketika melantunkan Asma al husna. Keriangan itulah yang menjadikan anak-anak pengajian di rumah saya giat belajar tak ubahnya dengan bermain. Menanamkan pada memori anak-anak bahwa belajar mengaji tak ubahnya bermain akan membuat anak selalu bersemangat dan juga lebih menghayati ajaran agama dalam kehidupan sehari-hari.
Jika ingin menanamkan aqidah dengan benar yang paling mudah dimulai pada usia anak-anak. Seperti mengajarkan sholat, mengajak sholat berjamaah sebagai aktifitas harian dilakukan bersama-sama dengan ayah dan ibunya membuat anak merasa nyaman dan memahami bahwa sholat merupakan kegiatan yang menyenangkan baginya, sambil ayah dan ibunya menerangkan untuk apa kita melaksanakan sholat itu.
Pernah saya punya teman yang enggan melaksanakan sholat, dia bertutur dulu sewaktu kecilnya dia hidup bersama kakeknya yang sangat keras mendidik dirinya. Katanya setiap subuh dia selalu dibangunkan untuk sholat subuh dengan cara menyiramkan air sampai basah kuyup dan sehabis sholat subuh kakeknya selalu memaksa dirinya untuk tadarus, jika dirinya mengantuk, kakeknya selalu memukul punggungnya dengan rotan. Semua itu membuat dirinya menjadi trauma dengan kegiatan sholat dan mengaji bahkan setiap kali dia ingin melakukan selalu terbayang wajah kakeknya yang seram itu.
Beberapa kali pertemuan saya membantunya untuk menjadikan sholat dan mengaji itu sebagai kegiatan yang menyenangkan, saya mengajaknya untuk sholat berjamaah dan membaca asma al husna dengan dilantunkan dan berkumpul dengan anak-anak yang belajar mengaji membuat dirinya mulai merasa nyaman dengan kegiatan mengaji. Sampai pada suatu hari dia mengabarkan telah menikah dan dengan mudah mengucapkan kalimat dua sahadat tanpa trauma masa lalunya.
Sama juga dengan mengajarkan anak bahwa merokok itu merusak kesehatan, sebaiknya diajarkan sebelum anak mencoba menghisap rokok. Jika anak sudah mengenal betapa enaknya rokok akan sulit untuk diajarkan bahwa merokok itu merusak kesehatan. Kalau sudah begitu anak dinasehatin apapun selalu akan bilang, “Biarin aja…”
Ada seorang ibu berteriak mencaci maki pak sopir, ada bapak yang istighfar, sebagian lainnya mengelus dada. Dibelakang bus yang menyalip ada tulisan yang besar bunyinya, “Biarin Aja.” Mendamaikan diri untuk bisa selalu bersabar bukanlah hal yang mudah. Apa lagi ditengah deru kota Jakarta, bersabar merupakan satu kegiatan yang mewah.
Cobalah perhatikan dijalan raya, semua melaju dengan kencangnya. Baik kendaraan umum, kendaraan pribadi roda empat maupun roda dua semuanya terlihat saling tidak mau mengalah, yang paling tidak nyaman menjadi pejalan kaki, hamper tidak memiliki ruang untuk bisa berjalan kaki dengan santai.
Beberapa waktu lalu ada seorang ibu yang berkonsultasi, bahwa dirinya sakit hati, dia menceritakan ketika suaminya hendak dinas keluar kota sambil menyiapkan baju, suaminya marah-marah. Saya sudah menyiapkan keperluannya dengan baik-baik, e..malah dia marah-marah. Apa saya tidak sakit hati pak. Terus apa yang saya harus lakukan biar suami saya tidak seenaknya marah-marah, katanya. Biarin aja, jawab saya.
Seminggu kemudian ibu tadi kembali menghubungi saya dan mengatakan suami sudah kembali dari dinasnya dari luar kota dan suaminya dengan santainya tanpa minta maaf, katanya sudah lupa, kapan dia marah-marah pada istrinya. Apa saya tidak dongkol, bagaimana mungkin saya sakit hati sementara suami saya bilang, kapan ya saya marah-marahnya.
Begitulah kehidupan yang selalu saja kita terbelenggu oleh peristiwa-peristiwa yang membuat diri kita menterjemahkan sebagai sesuatu yang menyakitkan hati kita, sementara pelaku yang telah menyakiti hati kita sendiri sudah lupa kapan dia melakukannya. Cara yang paling mudah untuk melepaskan belenggu-belenggu peristiwa yang menyakitkan adalah dengan tidak menyimpan kejadian buruk itu ke dalam memori kita, jadi ya biarin aja semua itu berlalu.
Membiarkan semua kejadian berlalu seperti yang dikatakan Krisna Murti membuat diri kita selalu lahir kembali dan keberanian kita untuk mati pada masa lalu. Membuat hidup ini menjadi penuh keriangan tanpa dihinggapi oleh berbagai problem kehidupan.
Keriangan hidup saya hadir dengan menyaksikan Hana bermain dengan teman-teman belajar mengaji, tanpa takut salah Hana selalu membaca Iqro’ dan ikut menghapal doa-doa atau ketika melantunkan Asma al husna. Keriangan itulah yang menjadikan anak-anak pengajian di rumah saya giat belajar tak ubahnya dengan bermain. Menanamkan pada memori anak-anak bahwa belajar mengaji tak ubahnya bermain akan membuat anak selalu bersemangat dan juga lebih menghayati ajaran agama dalam kehidupan sehari-hari.
Jika ingin menanamkan aqidah dengan benar yang paling mudah dimulai pada usia anak-anak. Seperti mengajarkan sholat, mengajak sholat berjamaah sebagai aktifitas harian dilakukan bersama-sama dengan ayah dan ibunya membuat anak merasa nyaman dan memahami bahwa sholat merupakan kegiatan yang menyenangkan baginya, sambil ayah dan ibunya menerangkan untuk apa kita melaksanakan sholat itu.
Pernah saya punya teman yang enggan melaksanakan sholat, dia bertutur dulu sewaktu kecilnya dia hidup bersama kakeknya yang sangat keras mendidik dirinya. Katanya setiap subuh dia selalu dibangunkan untuk sholat subuh dengan cara menyiramkan air sampai basah kuyup dan sehabis sholat subuh kakeknya selalu memaksa dirinya untuk tadarus, jika dirinya mengantuk, kakeknya selalu memukul punggungnya dengan rotan. Semua itu membuat dirinya menjadi trauma dengan kegiatan sholat dan mengaji bahkan setiap kali dia ingin melakukan selalu terbayang wajah kakeknya yang seram itu.
Beberapa kali pertemuan saya membantunya untuk menjadikan sholat dan mengaji itu sebagai kegiatan yang menyenangkan, saya mengajaknya untuk sholat berjamaah dan membaca asma al husna dengan dilantunkan dan berkumpul dengan anak-anak yang belajar mengaji membuat dirinya mulai merasa nyaman dengan kegiatan mengaji. Sampai pada suatu hari dia mengabarkan telah menikah dan dengan mudah mengucapkan kalimat dua sahadat tanpa trauma masa lalunya.
Sama juga dengan mengajarkan anak bahwa merokok itu merusak kesehatan, sebaiknya diajarkan sebelum anak mencoba menghisap rokok. Jika anak sudah mengenal betapa enaknya rokok akan sulit untuk diajarkan bahwa merokok itu merusak kesehatan. Kalau sudah begitu anak dinasehatin apapun selalu akan bilang, “Biarin aja…”
0 Response to "Biarin Aja"
Post a Comment