Menghayati Hidup Dengan Kasih Sayang
Secara psikologis orang yang sehat adalah orang yang mampu mendermakan cinta pada sesamanya. Sedangkan orang yang hatinya dipenuhi rasa permusuhan, dengki, cemburu dan kebencian semuanya merupakan beban mental yang menjurus pada penyakit kejiwaan.
Dalam Islam, penghayatan kasih sayang digunakanlah istilah ridha. Pengertian ridha adalah sikap yang didasari pengetahuan, kesadaran dan keyakinan bahwa kasih sayang Allah meluap memenuhi ruang dan waktu. Sesungguhnya hidup kita dalam lingkup kasih sayang Allah Subhanahu Wa Ta'ala. Sikap ridha akan selalu berpikir positif terhadap hidup karena dibalik fragmen kehidupan terkadang ada adegan-adegan yang pahit dan buram mekipun terkandung hikmah dari pancaran kasih sayang Allah.
Bagi orang yang mencapai derajat ridha akan selalu melihat hikmah dibalik musibah maupun cobaan. Setiap musibah menyimpan dua kemungkinan. Kemungkinan pertama, Allah melimpahkan kasih sayangNya. Dan kemungkinan kedua, karena kelalaian manusia itu sendiri. Dengan demikian ritme hidup kita ditandai dengan dialektika rasa syukur dan sikap sabar. antara harapan dan kecemasan, antara kelegaan dan penyesalan. Namun semua itu bagi orang yang ridha akan dihadapinya dengan sikap optimis dan pandangan positif karena begitu yakinnya akan kasih sayang Allah Subhanahu Wa Ta'ala yang dibentangkan melalui sayap Rahman dan RahimNya dan disisi lain melalui tawaran taubat dan maghfiroh atau ampunan.
Menurut al-Quran dijelaskan bahwa kehidupan dunia itu baik tetapi jauh lebih baik kalau kebaikan di dunia dijadikan wahana atau tangga untuk menuju kehidupan akherat yang lebih baik. 'The will to love' yang secara intrinsik dimiliki oleh kita akan menyesatkan kalau hanya mencintai yang fana atau semu. Maka bentuk ancaman dan perintah Allah yang tertuang di dalam kitab suci semuanya dalam konteks kasih sayang Allah untuk menyelamatkan kita agar tidak terjatuh menjadi hawa nafsunya sendiri atau menjadi hamba makhluk yang lebih rendah atau sama derajatnya dengan diri kita.
Rasa keterasingan, kesunyian ditengah keramaian, merasa kesepian dalam kesendirian akan terkikis secara emosional apabila kita memiliki hubungan yang hangat dengan Yang Maha Kasih. Ketiadaan hubungan kepada yang Maha Kasih inilah yang menimpa banyak orang sehingga begitu mudahnya terseret pada situasi putus asa bahkan sampai bunuh diri. Berdasarkan survei penyebab bunuh diri ditengah masyarakat justru bukanlah masalah yang teramat berat. Diantaranya karena kekecewaan akibat putus cinta, perselisihan rumah tangga, gagal dalam karier telah membuat seseorang melakukan tindakan bunuh diri. Hal ini menunjukkan betapa dangkal dan lemahnya iman seseorang dalam menghayati hidup.
Dalam pandangan Islam, mereka telah terperosok dalam 'pinggiran' dimensi spiritual yang mampu menangkap dan merasakan kehadiran Allah Subhanahu Wa Ta'ala dalam dirinya tidak bisa berfungsi. Hatinya telah tertutupi oleh nafsu bagi masuknya cahaya dan kasih sayang Allah sehingga mereka juga kehilangan kasih sayang yang ada pada dirinya.
Demikianlah bila dunia hanya pendekatan sistem, teknis dan teknologi semata akan memunculkan kehidupan yang kering, mekanik dan tidak manusiawi. Produk sistem dan teknologi tanpa visi cinta dan kasih sayang Ilahi Robbi maka menjadikan hidup kita menjadi tak ubahnya robot, kesepian dalam keramaian, kesendirian dengan meratapi penderitaan. Paradigma kasih sayang akan menuntun kita sikap arif dan konsisten untuk mengembangkan potensi kemanusiaan maka realitas dunia tampak begitu indah sekaligus challenging, bukan fringtening. Orang Mukmin adalah 'Lover of Wisdom' atau Cinta Kearifan. Karena cinta kearifan dan semangatnya pada kemanusiaan maka Nabi Muhammad Shalallahu 'Alaihi wa Salam semakin nampak tegar dan anggun ditengah cobaan dan tantangan yang selalu menghadang dan mengitarinya. Lantas bagaimana dengan kita? Mampukah kita meneladani Nabi Muhammad?
Dalam Islam, penghayatan kasih sayang digunakanlah istilah ridha. Pengertian ridha adalah sikap yang didasari pengetahuan, kesadaran dan keyakinan bahwa kasih sayang Allah meluap memenuhi ruang dan waktu. Sesungguhnya hidup kita dalam lingkup kasih sayang Allah Subhanahu Wa Ta'ala. Sikap ridha akan selalu berpikir positif terhadap hidup karena dibalik fragmen kehidupan terkadang ada adegan-adegan yang pahit dan buram mekipun terkandung hikmah dari pancaran kasih sayang Allah.
Bagi orang yang mencapai derajat ridha akan selalu melihat hikmah dibalik musibah maupun cobaan. Setiap musibah menyimpan dua kemungkinan. Kemungkinan pertama, Allah melimpahkan kasih sayangNya. Dan kemungkinan kedua, karena kelalaian manusia itu sendiri. Dengan demikian ritme hidup kita ditandai dengan dialektika rasa syukur dan sikap sabar. antara harapan dan kecemasan, antara kelegaan dan penyesalan. Namun semua itu bagi orang yang ridha akan dihadapinya dengan sikap optimis dan pandangan positif karena begitu yakinnya akan kasih sayang Allah Subhanahu Wa Ta'ala yang dibentangkan melalui sayap Rahman dan RahimNya dan disisi lain melalui tawaran taubat dan maghfiroh atau ampunan.
Menurut al-Quran dijelaskan bahwa kehidupan dunia itu baik tetapi jauh lebih baik kalau kebaikan di dunia dijadikan wahana atau tangga untuk menuju kehidupan akherat yang lebih baik. 'The will to love' yang secara intrinsik dimiliki oleh kita akan menyesatkan kalau hanya mencintai yang fana atau semu. Maka bentuk ancaman dan perintah Allah yang tertuang di dalam kitab suci semuanya dalam konteks kasih sayang Allah untuk menyelamatkan kita agar tidak terjatuh menjadi hawa nafsunya sendiri atau menjadi hamba makhluk yang lebih rendah atau sama derajatnya dengan diri kita.
Rasa keterasingan, kesunyian ditengah keramaian, merasa kesepian dalam kesendirian akan terkikis secara emosional apabila kita memiliki hubungan yang hangat dengan Yang Maha Kasih. Ketiadaan hubungan kepada yang Maha Kasih inilah yang menimpa banyak orang sehingga begitu mudahnya terseret pada situasi putus asa bahkan sampai bunuh diri. Berdasarkan survei penyebab bunuh diri ditengah masyarakat justru bukanlah masalah yang teramat berat. Diantaranya karena kekecewaan akibat putus cinta, perselisihan rumah tangga, gagal dalam karier telah membuat seseorang melakukan tindakan bunuh diri. Hal ini menunjukkan betapa dangkal dan lemahnya iman seseorang dalam menghayati hidup.
Dalam pandangan Islam, mereka telah terperosok dalam 'pinggiran' dimensi spiritual yang mampu menangkap dan merasakan kehadiran Allah Subhanahu Wa Ta'ala dalam dirinya tidak bisa berfungsi. Hatinya telah tertutupi oleh nafsu bagi masuknya cahaya dan kasih sayang Allah sehingga mereka juga kehilangan kasih sayang yang ada pada dirinya.
Demikianlah bila dunia hanya pendekatan sistem, teknis dan teknologi semata akan memunculkan kehidupan yang kering, mekanik dan tidak manusiawi. Produk sistem dan teknologi tanpa visi cinta dan kasih sayang Ilahi Robbi maka menjadikan hidup kita menjadi tak ubahnya robot, kesepian dalam keramaian, kesendirian dengan meratapi penderitaan. Paradigma kasih sayang akan menuntun kita sikap arif dan konsisten untuk mengembangkan potensi kemanusiaan maka realitas dunia tampak begitu indah sekaligus challenging, bukan fringtening. Orang Mukmin adalah 'Lover of Wisdom' atau Cinta Kearifan. Karena cinta kearifan dan semangatnya pada kemanusiaan maka Nabi Muhammad Shalallahu 'Alaihi wa Salam semakin nampak tegar dan anggun ditengah cobaan dan tantangan yang selalu menghadang dan mengitarinya. Lantas bagaimana dengan kita? Mampukah kita meneladani Nabi Muhammad?
0 Response to "Menghayati Hidup Dengan Kasih Sayang"
Post a Comment