Ketulusan Seorang Suami
Ketulusan seorang suami mencintai istrinya begitu indah dan membekas dalam hati. Air matanya mengalir membasahi pipi, rambutnya telah memutih. Laki-laki itu duduk diam membisu, terdengar suara merdu itu melantunkan "Satu Jam Saja" Terbayang wajah orang yang dicintainya, ingin rasanya mengulang kembali pada masa lalu hanya untuk sejenak duduk berdua bersama istrinya yang dicintai. Kini yang telah tiada. Wajahnya, senyumnya selalu dikenang begitu manis. Sampai kemudian istrinya harus menghembuskan napas yang terakhir. Jiwanya tak tertolong lagi. Dirinya shock dan terpukul atas kebergian istri yang dicintainya. Berkali-kali jatuh pingsan, menjadi lemah tak berdaya. Sebagai suami, kini merasakan kehilangan sesuatu yang paling berharga dalam hidupnya.
Air matanya mengalir deras, benda-benda kesayangan, buku-buku, poto-poto yang di dinding terlihat jelas wajah istrinya. Usapan tangan yang lembut, sapaan setiap menjelang tidur membuat dirinya tidak mau memindahkan benda atau apapun yang berkaitan dengan istrinya. Dalam kesendirian, merasuk rasa kesepian, hatinya dipenuhi dengan berbagai tanya, "Ya Allah, mengapa Engkau tidak ambil nyawaku saja? Bukankah aku yang penuh dosa ini yang pantas menghadap kehadiratMu?" Kehilangan orang dicintai menanggung beban yang begitu teramat berat. Ditengah lelah dan perih akhirnya ia menyadari apapun yang telah terjadi adalah ketetapan Allah yang harus diterimanya dengan ikhlas. Kesadaran untuk menerima ketetapan Allah itulah yang menguatkan dirinya agar tetap menjalankan tugas sebagai seorang ayah bagi anak-anaknya dan bagi sesama dengan aktifitas sosialnya di Rumah Amalia. Kenangan indah akan istri yang dicintainya tetap tersimpan dan menjadi penyembuh luka perih. Kesepian dan kesendirian perlahan menghilang. Ia menemukan makna hidup yang membuatnya semakin lebih mendekatkan diri kepada Allah Subhanahu Wa Ta'ala dan lebih peduli terhadap penderitaan orang lain.
Air matanya mengalir deras, benda-benda kesayangan, buku-buku, poto-poto yang di dinding terlihat jelas wajah istrinya. Usapan tangan yang lembut, sapaan setiap menjelang tidur membuat dirinya tidak mau memindahkan benda atau apapun yang berkaitan dengan istrinya. Dalam kesendirian, merasuk rasa kesepian, hatinya dipenuhi dengan berbagai tanya, "Ya Allah, mengapa Engkau tidak ambil nyawaku saja? Bukankah aku yang penuh dosa ini yang pantas menghadap kehadiratMu?" Kehilangan orang dicintai menanggung beban yang begitu teramat berat. Ditengah lelah dan perih akhirnya ia menyadari apapun yang telah terjadi adalah ketetapan Allah yang harus diterimanya dengan ikhlas. Kesadaran untuk menerima ketetapan Allah itulah yang menguatkan dirinya agar tetap menjalankan tugas sebagai seorang ayah bagi anak-anaknya dan bagi sesama dengan aktifitas sosialnya di Rumah Amalia. Kenangan indah akan istri yang dicintainya tetap tersimpan dan menjadi penyembuh luka perih. Kesepian dan kesendirian perlahan menghilang. Ia menemukan makna hidup yang membuatnya semakin lebih mendekatkan diri kepada Allah Subhanahu Wa Ta'ala dan lebih peduli terhadap penderitaan orang lain.
0 Response to "Ketulusan Seorang Suami"
Post a Comment