Merindukan Ayah Dan Ibu
"Saya merindukan ayah dan ibu..Mas," tutur seorang gadis di Rumah Amalia. Ia bercerita kebahagiaan di dalam hidupnya memiliki orang tua yang sangat perhatian adalah dambaan setiap orang di masa kanak-kanak. Ia merasa beruntung karena memiliki ayah dan ibu yang sangat mencintai dirinya. Bahkan ayah dan ibu sangat memanjakannya, barang yang diinginkannya sebisa mungkin ayah dan ibu mengabulkan. Begitu besar cinta dan perhatian mereka sehingga tidak pernah menyangka ternata ia hanyalah anak adopsi. Kenyataan itu membuat hatinya terluka perih, menyayat hatinya yang paling dalam. Ia menjadi minder dan menarik diri dari pergaulan. Ayah dan Ibunya selalu menghibur dan menyakinkannya, kalau setatus itu tidak akan mengubah kasih sayang mereka. Meski sulit namun akhirnya ia berusaha untuk menerima kenyataan hidup ini. Badai kehidupan itu datang menghempas, sebulan kemudian ayahnya meninggal karena sakit ginjal dan tidak lama kemudian ibunya yang sangat dicintainya menyusul meninggalkan dirinya untuk selamanya.
Kepergian ayah dan ibunya tidak membuat penderitaannya berakhir, seminggu ibu meninggal, paman dan tante dari ayah mendatangi rumahnya. Mereka membicarakan harta peninggalan ayah dan ibu, "Rumah peninggalan ayah dan ibumu adalah hak kami, kamu tidak memiliki hak sama sekali atas rumah ini. Jadi, kami minta dalam seminggu ini tinggalkan rumah ini karena akan langsung dijual." ujar tante. Ucapan itu membuat ia terhenyak, tak terasa ia menjerit, air matanya meleleh. "Kalau rumah ini dijual, aku harus tinggal dimana?" Paman menjawab tanpa perasaan bersalah sedikitpun. "Ya, terserah kamu, mau tinggal dimana. itu bukan urusan kami." Ia tidak bisa mengatakan apapun. Hatinya terasa pedih, tubuhnya lemah tak berdaya. Menangis tersedu-sedu. Paman dan tantenya pergi meninggal dirinya begitu saja. Keesokan harinya tanpa harus menunggu seminggu, ia sudah meninggalkan rumah. Kesedihan terasa begitu menyakitkan karena begitu banyak kenangan manis di rumah itu. Ia hanya membawa album berisi poto-poto dengan ayah dan ibunya serta baju secukupnya. Pergi ke rumah teman karibnya. Untunglah semua cobaan itu bisa dilaluinya. Keyakinan bahwa semua itu adalah kehendak Allah yang harus dilaluinya membuat dirinya menjadi kuat dan sabar. Ibadah sholat fardhu tidak pernah ditinggalkan, memanjatkan doa kepada Allah untuk ayah dan ibu. Sampai kemudian mendapatkan pekerjaan dan sekarang sudah bisa mengontrak rumah sendiri. Subhanallah.
Kepergian ayah dan ibunya tidak membuat penderitaannya berakhir, seminggu ibu meninggal, paman dan tante dari ayah mendatangi rumahnya. Mereka membicarakan harta peninggalan ayah dan ibu, "Rumah peninggalan ayah dan ibumu adalah hak kami, kamu tidak memiliki hak sama sekali atas rumah ini. Jadi, kami minta dalam seminggu ini tinggalkan rumah ini karena akan langsung dijual." ujar tante. Ucapan itu membuat ia terhenyak, tak terasa ia menjerit, air matanya meleleh. "Kalau rumah ini dijual, aku harus tinggal dimana?" Paman menjawab tanpa perasaan bersalah sedikitpun. "Ya, terserah kamu, mau tinggal dimana. itu bukan urusan kami." Ia tidak bisa mengatakan apapun. Hatinya terasa pedih, tubuhnya lemah tak berdaya. Menangis tersedu-sedu. Paman dan tantenya pergi meninggal dirinya begitu saja. Keesokan harinya tanpa harus menunggu seminggu, ia sudah meninggalkan rumah. Kesedihan terasa begitu menyakitkan karena begitu banyak kenangan manis di rumah itu. Ia hanya membawa album berisi poto-poto dengan ayah dan ibunya serta baju secukupnya. Pergi ke rumah teman karibnya. Untunglah semua cobaan itu bisa dilaluinya. Keyakinan bahwa semua itu adalah kehendak Allah yang harus dilaluinya membuat dirinya menjadi kuat dan sabar. Ibadah sholat fardhu tidak pernah ditinggalkan, memanjatkan doa kepada Allah untuk ayah dan ibu. Sampai kemudian mendapatkan pekerjaan dan sekarang sudah bisa mengontrak rumah sendiri. Subhanallah.
0 Response to "Merindukan Ayah Dan Ibu"
Post a Comment