Cita-Cita

Pernah pada satu malam saya bertanya pada anak-anak Insan Mulia (Amalia). 'Kalo sudah besar nanti pengen jadi apa?' Anak-anak Amalia berebut menjawabnya, ada yang bilang ingin menjadi guru, dokter, insiyur, presiden bahkan Bunga yang masih TK menjawab ingin menjadi dosen. Tiba-tiba Desi mengangkat tangan dan mengatakan 'saya ingin menjadi seorang ibu yang baik kak.' Tak lama kemudian anak-anak Amalia saling berpandangan, terheran-heran. Cita-cita apakah itu?

Ada peribahasa yang mengatakan 'Gantungkanlah cita-citamu setinggi langit.' Sejak Era Reformasi banyak saya menjumpai anak-anak yang bercita-cita menjadi Presiden. Gambaran iklan kampanye Capres anak orang biasa bisa menjadi Presiden membuat anak-anak merasa kebanggaan tersendiri memiliki cita-cita menjadi Presiden.

Jawaban Desi ingin menjadi seorang ibu yang baik bukanlah pilihan cita-cita bagi anak-anak dizaman sekarang ini. Kalo kata mereka, cita-cita yang nggak keren. 'Mana ada cita-cita menjadi seorang ibu yang baik?' Bila anak-anak beranggapan bahwa pilihan hidup menjadi ibu yang baik itu tidak ada di kamus mereka karena kita para orang tualah yang membangun kerangka berpikir mereka seperti itu. Namanya cita-cita itu ya dokter, insiyur, guru, pengacara, presiden tuh yang keren.

Jawaban Desi sepatutnya menumbuhkan sebuah kesadaran baru buat kita para orang tua. Ibu dan ayah yang mengasuh anak, mendidik, dan membesarkan serta mengurus keluarga. Betapa mulianya peranan ibu dan ayah dalam rumah tangga. Menjadi Ibu dan ayah yang baik merupakan pilar kehidupan bagi bangsa ini. Karena itulah sudah sepatutnya kita akan bangga bila anak-anak kita saat ditanya apa cita-citamu nak kelak dewasa, mereka menjawab, 'aku ingin menjadi ibu atau ayah yang baik.'

0 Response to "Cita-Cita"

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel