Halaqah dan Ilmu pengetahuan
Istilah halaqah bukanlah sesuatu yang asing. Dalam bahasa Arab, halaqah artinya lingkaran, tetapi sebagai istilah, halaqah digunakan untuk menyebut sebuah forum atau majlis. Pada zaman klassik Islam, majlis pengajian Imam Ghazali misalnya juga disebut halaqah Imam Ghazali, dinisbahkan kepada bentuk dimana guru duduk di tengah dan murid-muridnya duduk melingkar di sekelilingnya.
Bentuk halaqah juga diberlakukan di pesantren-pesantren salafi Jawa sebelum dikenal sistem kelas pada pengajian bandungan, dimana kyai duduk di tengah dan para santri duduk melingkari guru. Dalam konsep pendidikan salafi, belajar itu bukan transfer pengetahuan dari guru ke murid, tetapi lebih merupakan proses mencari berkah guru (tabarrukan). Oleh karena itu masa belajar tidak dibatasi oleh jenjang-jenjang kelas hingga tammat, tetapi sepuas-puas murid hingga merasa memperoleh berkah ilmu dari sang guru. tidaklah heran jika di pesantren ada murid yang menammatkan ngaji satu kitab hingga mengulang tiga kali, karena pada kali tammat pertama dan kedua rasanya belum memperoleh berkah kyai.
Berkah itu sendiri artinya terdayagunanya anugerah Alloh SWT secara optimal (al barakatu tajammu` al khair al ilahiy katajammu` al ma’ fi al birkati). Menurut paradigma pendidikan Islam klassik, ilmu itu bukan sekedar pengetahuan, tetapi juga bermakna cahaya ketuhanan, oleh karena itu, cahaya ketuhanan (ilmu yang membawa berkah) tidak mungkin dicapai oleh orang yang durhaka kepada Tuhan, seperti yang tertulis dalam kitab Ta`lim al Muta`alim; wa akhbarani bi anna al `ilma nurun- wa nurullahi la yuhda li`ashi. Selanjutnya bagi santri yang dipandang sudah layak mengajarkan ilmu dari guru, diberi ijazah atau diijazahi oleh kyai. Ijazahnya bukan berujud selembar kertas, tetapi berupa akad dimana dengan bersalaman guru membolehkan murid untuk mengajar. Kata ijazah itu sendiri berasal dari kata ajaza-yujizu-ijazatan artinya membolehkan atau perkenan, sama seperti konsep magister (guru) dalam tradisi keilmuan Eropa.
Sejalan dengan perkembangan zaman, forum halaqah juga berkembang, bukan saja lingkaran dalam satu ruang, tetapi juga lingkaran pembaca (koran), lingkaran pemirsa (TV), lingkaran pendengar (radio) dan lingkaran pengunjung (internet).
Al Qur’an banyak sekali mengingatkan manusia agar menggunakan akalnya untuk berfikir dan bertafakkur; afala tatafakkarun, afala ta`qilun, awala yatadabbarun. Manusia memang adalah hewan yang berfikir ( al insanu hayawanun nathiqun). Pada manusia, berfikir merupakan proses keempat setelah sensasi, persepsi dan memori yang mempengaruhi penafsiran terhadap suatu stimulus. Dalam berfikir orang melibatkan sensasi, persepsi dan memori sekaligus (istilah psikologi). Dalam kehidupan, berfikir diperlukan untuk (a) memecahkan masalah atau problem solving, (2) untuk mengambil keputusan, decision making, dan (3) untuk melahirkan sesuatu yang baru (creatifity).
Semakin tinggi ilmu seseorang maka semakin rumit cara berfikirnya. Ada orang yang hanya bisa melamun, ada yang berfikir tetapi tidak realistis, dan ada yang berfikir realistis, ada yang berfikir ngawur, ada yang berfikir nalar (dari kata Arab nadzara). Ada orang yang selalu berfikir (failasuf), ada orang yang hanya mau berfikir jika merasa perlu (tehnokrat), dan ada yang kadang-kadang saja berfikir (penganggur).
Orang pandai berfikir secara bersistem, misalnya berfikir deduktif (mengambil kesimpulan khusus dari pernyataan umum), atau sebaliknya berfikir induktip (mengambil kesimpulan umum dari pernyataan khusus. Tetapi terkadang ada masalah yang tidak bisa dipecahkan dengan berfikir, maka bagi orang yang sangat pintar ia memakai metode yang disebut berfikir kreatip (creatip thinking).
Berfikir kreatif adalah berfikir dengan menggunakan metode baru, konsep baru, penemuan baru, paradigma baru dan seni yang baru pula. Urgensi pemikiran kreatip bukan pada kebaruannya tetapi pada relefansinya dengan pemecahan masalah. Karena kebaruan dan tidak konvensional, maka orang yang kreatip sering tidak difahami oleh orang kebanyakan, tak jarang dianggap aneh atau bahkan dianggap gila (berfikir gila). Orang besar sering mengemukakan ide-ide gila karena jarak orang besar dengan orang gila memang sangat tipis. Proses berfikir kreatip itu melalui lima tahapan : (1) orienstasi, yakni merumuskan dan mengidentifikasi masalah.(2) preparasi, yakni mengumpulkan sebanyak mungkin informasi, (3) inkubasi, yaitu berhenti dulu, tidur dulu, cooling dawn dulu.(4) iluminasi, yakni mencari ilham, dan (5) verifikasi, yakni menguji dan menilai secara kritis.
Bentuk halaqah juga diberlakukan di pesantren-pesantren salafi Jawa sebelum dikenal sistem kelas pada pengajian bandungan, dimana kyai duduk di tengah dan para santri duduk melingkari guru. Dalam konsep pendidikan salafi, belajar itu bukan transfer pengetahuan dari guru ke murid, tetapi lebih merupakan proses mencari berkah guru (tabarrukan). Oleh karena itu masa belajar tidak dibatasi oleh jenjang-jenjang kelas hingga tammat, tetapi sepuas-puas murid hingga merasa memperoleh berkah ilmu dari sang guru. tidaklah heran jika di pesantren ada murid yang menammatkan ngaji satu kitab hingga mengulang tiga kali, karena pada kali tammat pertama dan kedua rasanya belum memperoleh berkah kyai.
Berkah itu sendiri artinya terdayagunanya anugerah Alloh SWT secara optimal (al barakatu tajammu` al khair al ilahiy katajammu` al ma’ fi al birkati). Menurut paradigma pendidikan Islam klassik, ilmu itu bukan sekedar pengetahuan, tetapi juga bermakna cahaya ketuhanan, oleh karena itu, cahaya ketuhanan (ilmu yang membawa berkah) tidak mungkin dicapai oleh orang yang durhaka kepada Tuhan, seperti yang tertulis dalam kitab Ta`lim al Muta`alim; wa akhbarani bi anna al `ilma nurun- wa nurullahi la yuhda li`ashi. Selanjutnya bagi santri yang dipandang sudah layak mengajarkan ilmu dari guru, diberi ijazah atau diijazahi oleh kyai. Ijazahnya bukan berujud selembar kertas, tetapi berupa akad dimana dengan bersalaman guru membolehkan murid untuk mengajar. Kata ijazah itu sendiri berasal dari kata ajaza-yujizu-ijazatan artinya membolehkan atau perkenan, sama seperti konsep magister (guru) dalam tradisi keilmuan Eropa.
Sejalan dengan perkembangan zaman, forum halaqah juga berkembang, bukan saja lingkaran dalam satu ruang, tetapi juga lingkaran pembaca (koran), lingkaran pemirsa (TV), lingkaran pendengar (radio) dan lingkaran pengunjung (internet).
Al Qur’an banyak sekali mengingatkan manusia agar menggunakan akalnya untuk berfikir dan bertafakkur; afala tatafakkarun, afala ta`qilun, awala yatadabbarun. Manusia memang adalah hewan yang berfikir ( al insanu hayawanun nathiqun). Pada manusia, berfikir merupakan proses keempat setelah sensasi, persepsi dan memori yang mempengaruhi penafsiran terhadap suatu stimulus. Dalam berfikir orang melibatkan sensasi, persepsi dan memori sekaligus (istilah psikologi). Dalam kehidupan, berfikir diperlukan untuk (a) memecahkan masalah atau problem solving, (2) untuk mengambil keputusan, decision making, dan (3) untuk melahirkan sesuatu yang baru (creatifity).
Semakin tinggi ilmu seseorang maka semakin rumit cara berfikirnya. Ada orang yang hanya bisa melamun, ada yang berfikir tetapi tidak realistis, dan ada yang berfikir realistis, ada yang berfikir ngawur, ada yang berfikir nalar (dari kata Arab nadzara). Ada orang yang selalu berfikir (failasuf), ada orang yang hanya mau berfikir jika merasa perlu (tehnokrat), dan ada yang kadang-kadang saja berfikir (penganggur).
Orang pandai berfikir secara bersistem, misalnya berfikir deduktif (mengambil kesimpulan khusus dari pernyataan umum), atau sebaliknya berfikir induktip (mengambil kesimpulan umum dari pernyataan khusus. Tetapi terkadang ada masalah yang tidak bisa dipecahkan dengan berfikir, maka bagi orang yang sangat pintar ia memakai metode yang disebut berfikir kreatip (creatip thinking).
Berfikir kreatif adalah berfikir dengan menggunakan metode baru, konsep baru, penemuan baru, paradigma baru dan seni yang baru pula. Urgensi pemikiran kreatip bukan pada kebaruannya tetapi pada relefansinya dengan pemecahan masalah. Karena kebaruan dan tidak konvensional, maka orang yang kreatip sering tidak difahami oleh orang kebanyakan, tak jarang dianggap aneh atau bahkan dianggap gila (berfikir gila). Orang besar sering mengemukakan ide-ide gila karena jarak orang besar dengan orang gila memang sangat tipis. Proses berfikir kreatip itu melalui lima tahapan : (1) orienstasi, yakni merumuskan dan mengidentifikasi masalah.(2) preparasi, yakni mengumpulkan sebanyak mungkin informasi, (3) inkubasi, yaitu berhenti dulu, tidur dulu, cooling dawn dulu.(4) iluminasi, yakni mencari ilham, dan (5) verifikasi, yakni menguji dan menilai secara kritis.
0 Response to "Halaqah dan Ilmu pengetahuan"
Post a Comment