Lingkungan yang Kondusif
Pada tulisan yang lalu sudah dibahas mengenai bagaimana Penanaman tentang nilai yang agar Anak-Anak menjadi Insan Mulia (Amalia).Dalam pembentukan pola anak agar menjadi Insan Mulia paling tidak ada 4 infrastruktur, Yaitu:
1. penanaman nilai
2. Lingkungan yang Kondusif
3. Membangun Tokoh Idola
4. Pembiasaan kepada Pola Tingkah Laku Konstruktif.
berikut ini pembahasan yang kedua, yaitu Lingkungan yang Kondusif bagaimana anak menjadi Insan berakhlak Mulia.
Penelitian yang dikutip prof. Dr. Zakiah Darajat, menyebutkan bahwa perilaku manusia 83% dipengaruhi oleh apa yang dilihat, 11% oleh apa yang didengar dan 6% sisanya oleh gabungan dari berbagai stimulus. Dalam perspektif ini pengaruh lingkungan terhadap pembentukan kepribadian sangat besar. Suasana rumah tangga akan menjadi pemandangan setiap hari anak-anak. Jika rumah tangga tidak kondusif, anak menjadi tidak betah di rumah, lari keluar rumah dan bergabung dengan teman sebaya. Jika teman-teman sebayanya juga mereka yang tidak betah di rumah, mereka akan membentuk komunitas tersendiri yang pada umumnya rentah terhadap pengaruh negatif. Banyak orang menyediakan untuk anak-anak dan keluarganya sarana fisik yang sangat lengkap di dalam rumahnya, tetapi lupa menyediakan sarana psikologis. Padahal anak-anak dalam masa pertumbuhan psikologis sangat membutuhkan kehadiran ayah sebagai “tuhan” yang “sempurna”, berperan, dan membanggakan serta kehadiran ibu sebagai “lautan” kasih sayang yang tidak bertepi.
Lingkungan keluarga yang kondusif bagi pembentukan kepribadian anak-anak dan anggota keluarga lainnya adalah lingkungan psikologis, meski lingkungan fisik juga doperlukan. Kehadiran ayah sebagai idola bagi anak-anak akan menanamkan konsep diri positif sejak dini, sementara kehadiran ibu sebagai lautan kasih sayang akan mengikat pikologi anak pada cinta keluarga dan keindahan hidup. Pada keluarga muslim, kebiasaan ayah mengimami salat di rumah dan kebiasaan ibu menanyakan PR sekolah serta kemampuan kedua orang tua mencarikan solusi dari problem belajar maupun problem pergaulan anak akan menanamkan bibit kredibilitas moral anak. Secara psikologis, rumah yang ideal bagi anak-anak adalah rumah yang terdapat unsur kehadiran ayah dan ibu, dan ditambah kehadiran seorang om atau paman, yakni orang dalam usia dewasa tetapi jaraknya tidak terlalu jauh, yang berfungsi sebagai pelarian psikologis ketika ada hal-hal yang tidak dipenuhi oleh ayah dan ibu. Peran paman bisa dilakukan oleh adik ayah atau adik ibu. Bisa juga oleh famili lain atau oleh sopir atau pembantu rumah tangga yang tidak terlalu bodoh dan dedikatif terhadap keluarga di tempati ia bekerja. Sebagai kelengkapan psikologis dari suatu rumah, sangat indah jika anak-anak masih memiliki kakek / nenek yang bisa dikunjungi secara berkala. Peran kakek / nenek juga bisa diganti oleh saudara kakek atau oleh orang yang dituangkan.
Lingkungan hidup anak di samping didalam rumah juga di luar rumah, yakni masyarakat di lingkungan tempat mereka bertempat tinggal. Banyak orang memusatkan perhatian pada ingkungan rumah dan mengabaikan lingkungan di luar rumah, termasuk jalan becek didepan rumah yang setiap hari dilewatinya. Setiap keluarga seyogianya ikut aktif membenuk lingkungan sosial bagi anak-anak mereka misalnya ikut memikirkan sarana bermain, sarana belajar, sarana organisasi, sarana olah raga, sarana sisial, sarana pribadatan, dan sarana aktualisasi diri lainnya yang cocok bagi lingkungan warga. Keterlibatan remaja dalam perkumpulan semacam remaja masjid atau klub olah raga atau klub studi akan mengikat remaja pada imajinasi yang positif, sekaligus menepis godaan liar yang biasanya menarik remaja pada usia pubertas.
Kelalaian orang tua memikirkan lingkungan sosial hidup untuk anak-anaknya terkadang berakibat fatal dan menghilangkan makna dari jerih payah kesungguhan membentuk karakter anak di dalam rumah, karena psikologis godaan negatif (yang datang dari lingkungan sosial) itu lebih kuat pengaruhnya di banding ajakan positif (yang dibangun didalam lingkungan rumah) meski sudah lama ditanamkan. Pengaruh buruk lingkungan sosial yang kuat terhadap ketahanan keluarga bagaikan setitik nilai yang merusak susu sebelanga.
Tamsil perumpamaan kekuatan lingkungan disebutkan dalam hadis Nabi yang mengatakan bahwa bergaul dengan orang baik itu seperti orang yang bedekatan dengan penjual minyak wangi, meskipun tidak membeli tetap dirinya ikut berbau wangi karena watak penjual minyak wangi itu selalu menempelkan minyak wangi yang diajakannya itu kepada setiap orang yang datang mendekat (sebagai promosi). Sementara bergaul dengan orang yang menyebar kebencian itu ibarat berakrab-akrab dengan tukang pandai besi (yang sedang bekerja), kalau tidak terpercik apinya, hampir pasti abunya akan mengotori pakaiannya.
1. penanaman nilai
2. Lingkungan yang Kondusif
3. Membangun Tokoh Idola
4. Pembiasaan kepada Pola Tingkah Laku Konstruktif.
berikut ini pembahasan yang kedua, yaitu Lingkungan yang Kondusif bagaimana anak menjadi Insan berakhlak Mulia.
Penelitian yang dikutip prof. Dr. Zakiah Darajat, menyebutkan bahwa perilaku manusia 83% dipengaruhi oleh apa yang dilihat, 11% oleh apa yang didengar dan 6% sisanya oleh gabungan dari berbagai stimulus. Dalam perspektif ini pengaruh lingkungan terhadap pembentukan kepribadian sangat besar. Suasana rumah tangga akan menjadi pemandangan setiap hari anak-anak. Jika rumah tangga tidak kondusif, anak menjadi tidak betah di rumah, lari keluar rumah dan bergabung dengan teman sebaya. Jika teman-teman sebayanya juga mereka yang tidak betah di rumah, mereka akan membentuk komunitas tersendiri yang pada umumnya rentah terhadap pengaruh negatif. Banyak orang menyediakan untuk anak-anak dan keluarganya sarana fisik yang sangat lengkap di dalam rumahnya, tetapi lupa menyediakan sarana psikologis. Padahal anak-anak dalam masa pertumbuhan psikologis sangat membutuhkan kehadiran ayah sebagai “tuhan” yang “sempurna”, berperan, dan membanggakan serta kehadiran ibu sebagai “lautan” kasih sayang yang tidak bertepi.
Lingkungan keluarga yang kondusif bagi pembentukan kepribadian anak-anak dan anggota keluarga lainnya adalah lingkungan psikologis, meski lingkungan fisik juga doperlukan. Kehadiran ayah sebagai idola bagi anak-anak akan menanamkan konsep diri positif sejak dini, sementara kehadiran ibu sebagai lautan kasih sayang akan mengikat pikologi anak pada cinta keluarga dan keindahan hidup. Pada keluarga muslim, kebiasaan ayah mengimami salat di rumah dan kebiasaan ibu menanyakan PR sekolah serta kemampuan kedua orang tua mencarikan solusi dari problem belajar maupun problem pergaulan anak akan menanamkan bibit kredibilitas moral anak. Secara psikologis, rumah yang ideal bagi anak-anak adalah rumah yang terdapat unsur kehadiran ayah dan ibu, dan ditambah kehadiran seorang om atau paman, yakni orang dalam usia dewasa tetapi jaraknya tidak terlalu jauh, yang berfungsi sebagai pelarian psikologis ketika ada hal-hal yang tidak dipenuhi oleh ayah dan ibu. Peran paman bisa dilakukan oleh adik ayah atau adik ibu. Bisa juga oleh famili lain atau oleh sopir atau pembantu rumah tangga yang tidak terlalu bodoh dan dedikatif terhadap keluarga di tempati ia bekerja. Sebagai kelengkapan psikologis dari suatu rumah, sangat indah jika anak-anak masih memiliki kakek / nenek yang bisa dikunjungi secara berkala. Peran kakek / nenek juga bisa diganti oleh saudara kakek atau oleh orang yang dituangkan.
Lingkungan hidup anak di samping didalam rumah juga di luar rumah, yakni masyarakat di lingkungan tempat mereka bertempat tinggal. Banyak orang memusatkan perhatian pada ingkungan rumah dan mengabaikan lingkungan di luar rumah, termasuk jalan becek didepan rumah yang setiap hari dilewatinya. Setiap keluarga seyogianya ikut aktif membenuk lingkungan sosial bagi anak-anak mereka misalnya ikut memikirkan sarana bermain, sarana belajar, sarana organisasi, sarana olah raga, sarana sisial, sarana pribadatan, dan sarana aktualisasi diri lainnya yang cocok bagi lingkungan warga. Keterlibatan remaja dalam perkumpulan semacam remaja masjid atau klub olah raga atau klub studi akan mengikat remaja pada imajinasi yang positif, sekaligus menepis godaan liar yang biasanya menarik remaja pada usia pubertas.
Kelalaian orang tua memikirkan lingkungan sosial hidup untuk anak-anaknya terkadang berakibat fatal dan menghilangkan makna dari jerih payah kesungguhan membentuk karakter anak di dalam rumah, karena psikologis godaan negatif (yang datang dari lingkungan sosial) itu lebih kuat pengaruhnya di banding ajakan positif (yang dibangun didalam lingkungan rumah) meski sudah lama ditanamkan. Pengaruh buruk lingkungan sosial yang kuat terhadap ketahanan keluarga bagaikan setitik nilai yang merusak susu sebelanga.
Tamsil perumpamaan kekuatan lingkungan disebutkan dalam hadis Nabi yang mengatakan bahwa bergaul dengan orang baik itu seperti orang yang bedekatan dengan penjual minyak wangi, meskipun tidak membeli tetap dirinya ikut berbau wangi karena watak penjual minyak wangi itu selalu menempelkan minyak wangi yang diajakannya itu kepada setiap orang yang datang mendekat (sebagai promosi). Sementara bergaul dengan orang yang menyebar kebencian itu ibarat berakrab-akrab dengan tukang pandai besi (yang sedang bekerja), kalau tidak terpercik apinya, hampir pasti abunya akan mengotori pakaiannya.
0 Response to "Lingkungan yang Kondusif"
Post a Comment