Konsep Nafs
Kata nafs digunakan al-Quran untuk menyebut manusia sebagai totalitas, baik manusia sebagai makhluk yang hidup di dunia maupun manusia yang hidup di alam akhirat. Sutar al-Ma’idah / 5: 32, misalnya menggunakan nafs untuk menyebut totalitas manusia di dunia, yakni manusia hidup yang biasa membuat kerusakan dimuka bumi, tetapi pada surat Yasin / 36:54, kata nafs di gunakan untuk menyebut manusia di alam akhirat.
Oleh karena itu Kami tetapkan (sesuatu hukum) bagi Bani Israil, bahwa: barang siapa yang membunuh seorang manusia, bukan karena orang itu (membunuh) orang lain, atau bukan karena membuat kerusakan di muka bumi, maka seakan-akan dia telah membunuh manusia seluruhnya. Dan barang siapa yang memelihara kehidupan seorang manusia, maka seolah-olah dia telah memelihara kehidupan manusia semuanya …(Q., s. al-Mai’dah / 5:32).
Maka pada hari ini seseorang tidak akan dirugikan sedikit pun dan kamu tidak di balasi, kecuali apa yang telah kamu kerjakan (Q.,s. Yasin / 36:5)
Penggunaan nafs untuk menyebut totalitas manusia juga dapat dijumpai pada surat al-Baqarah / 2:61 dan 123, Yusuf / 12:54, al-Dzariyat / 52:21, dan al-Nahl / 16:111. dari panggunaan term nafs untuk menyebut manuia yang hidup dialam dunia maupun ialam akhirat malahirkan pertanyaan tentang pengertian totalitas manusia. Sebagaimana yang sudah menjadi pemahaman umum bahwa manusia adalah makhluk yang memiliki dua dimensi, yaitu jiwa dan raga. Tanpa jiwa sengan fungsi-fungsinya manusia dipandang tidak sempurna, dan tanpa jasad, jiwa tidak dapat manjalankan fungsi-fungsinya. Surat Yasin / 36:54 mengisyaratkan adanya paham eskatologi dalam al-Qur’an, yakni bahwa disamping manusia hiup di alam dunia, ada dua lain, yakni alam akhirat dimana manusia nanti harus mempertanggungjawabkan perbuatannya selama di dunia. Jadi totalitas manusia menurut al-Quran bukan hanya bermakna manusia sebagai makhluk dunia, tetapi juga sebagai makhluk akhirat, yakni manusia juga harus mempertanggungjawabkan perbuatannya nanti di alam akhirat.
Petanyaan selanjutnya adalah bagaimana wujud kehidupan nafs di akhirat di banding dengan kehidupan di alam dunia. Alam dunia bersifat materi, dan keberadaan manusia di alam dunia juga bisa didekati dengan ukuran-ukuran materi dalam hal ini dengan panca indra meski di sisi lain manusia juga memiliki kehidupan spirituial. Alam akhirat bukan alam materi, oleh karena itu tolok ukur alam akhirat berbeda dengan tolok ukur alam dunia. Bagaimana manusia hidup di dunia sudah diketahui oleh ilmu pangetahuan, sedang bagaimana manusia hidup di alam akhirat hanya bisa didekati dengan keyakinan.
Menurut al-Qur’an, di alam akhirat nanti, nafs akan dipertemukan dengan badannya. Surat al-Takwir / 81:7 berbunyi: (Dan ketika nafs-nafs itu dipertemukan {dengan badannya}).
Kebanyakan tafsir, misalnya tafsir al-maraghi menafsirkan kalimat zuwwijat dengan arti dipertemukan dengan badannya. Penafsiran ini menunjukan pada ayat lain yang mengisyaratkan bahwa di alam akhirat manusia juga memiliki anggota badan. Surat / 36:65, misalnya berbunyi:
Pada hari ini kami tutup mulut mereka; dan berkatalah kepada kami tangan mereka dan memberi kesaksianlah kaki mereka terhadap apa yang dahulu mereka usahakan (Q., s. Yasin / 36:65).
Demikian juga ayat-ayat yang menggambarkan keadaan sorga mengisyaratkan adanya bentuk-bentuk kehidupan yang menyerupai kehidupan manusia di alam dunia, seperti adanya mata air sebagai sumber minuman dan gelas yang diperuntukkan bagi al-abrar seperti yang terdapat dalam surat al-Insan / 76:5 (ARAB)serta adanya dipan-dipan dan bidadari seperti dijelaskan ssurat al-Thur / 52:20
Jika nafs diakhirat nanti akan dipertemukan dengan badanya, pertanyaan yang timbul apakah badan yang lama, yang telah hancur menjadi tanah, atau badan baru yang dirancang untuk hidup di alam rohani. Ditinjau dari kekuasaan Allah SWT, maka mempertemukan nafs dengan badannya bukanlah masalah, karena seperti dipaparkan surat Yasin / 36:79 Allah SWT berkuasa menghidupkan yang mati sebagaimana berkuasa menghidupkan pada kali pertama. Selanjutnya hal itu kembali kepada keimanan dan kenyakinan.
Pengertian totalitas manusia juga bermakna bahwa manusia memiliki sisi luar dalam Al-Qur’an mengisyaratkan bahwa nafs juga merupakan sisi dalam manusia.
Oleh karena itu Kami tetapkan (sesuatu hukum) bagi Bani Israil, bahwa: barang siapa yang membunuh seorang manusia, bukan karena orang itu (membunuh) orang lain, atau bukan karena membuat kerusakan di muka bumi, maka seakan-akan dia telah membunuh manusia seluruhnya. Dan barang siapa yang memelihara kehidupan seorang manusia, maka seolah-olah dia telah memelihara kehidupan manusia semuanya …(Q., s. al-Mai’dah / 5:32).
Maka pada hari ini seseorang tidak akan dirugikan sedikit pun dan kamu tidak di balasi, kecuali apa yang telah kamu kerjakan (Q.,s. Yasin / 36:5)
Penggunaan nafs untuk menyebut totalitas manusia juga dapat dijumpai pada surat al-Baqarah / 2:61 dan 123, Yusuf / 12:54, al-Dzariyat / 52:21, dan al-Nahl / 16:111. dari panggunaan term nafs untuk menyebut manuia yang hidup dialam dunia maupun ialam akhirat malahirkan pertanyaan tentang pengertian totalitas manusia. Sebagaimana yang sudah menjadi pemahaman umum bahwa manusia adalah makhluk yang memiliki dua dimensi, yaitu jiwa dan raga. Tanpa jiwa sengan fungsi-fungsinya manusia dipandang tidak sempurna, dan tanpa jasad, jiwa tidak dapat manjalankan fungsi-fungsinya. Surat Yasin / 36:54 mengisyaratkan adanya paham eskatologi dalam al-Qur’an, yakni bahwa disamping manusia hiup di alam dunia, ada dua lain, yakni alam akhirat dimana manusia nanti harus mempertanggungjawabkan perbuatannya selama di dunia. Jadi totalitas manusia menurut al-Quran bukan hanya bermakna manusia sebagai makhluk dunia, tetapi juga sebagai makhluk akhirat, yakni manusia juga harus mempertanggungjawabkan perbuatannya nanti di alam akhirat.
Petanyaan selanjutnya adalah bagaimana wujud kehidupan nafs di akhirat di banding dengan kehidupan di alam dunia. Alam dunia bersifat materi, dan keberadaan manusia di alam dunia juga bisa didekati dengan ukuran-ukuran materi dalam hal ini dengan panca indra meski di sisi lain manusia juga memiliki kehidupan spirituial. Alam akhirat bukan alam materi, oleh karena itu tolok ukur alam akhirat berbeda dengan tolok ukur alam dunia. Bagaimana manusia hidup di dunia sudah diketahui oleh ilmu pangetahuan, sedang bagaimana manusia hidup di alam akhirat hanya bisa didekati dengan keyakinan.
Menurut al-Qur’an, di alam akhirat nanti, nafs akan dipertemukan dengan badannya. Surat al-Takwir / 81:7 berbunyi: (Dan ketika nafs-nafs itu dipertemukan {dengan badannya}).
Kebanyakan tafsir, misalnya tafsir al-maraghi menafsirkan kalimat zuwwijat dengan arti dipertemukan dengan badannya. Penafsiran ini menunjukan pada ayat lain yang mengisyaratkan bahwa di alam akhirat manusia juga memiliki anggota badan. Surat / 36:65, misalnya berbunyi:
Pada hari ini kami tutup mulut mereka; dan berkatalah kepada kami tangan mereka dan memberi kesaksianlah kaki mereka terhadap apa yang dahulu mereka usahakan (Q., s. Yasin / 36:65).
Demikian juga ayat-ayat yang menggambarkan keadaan sorga mengisyaratkan adanya bentuk-bentuk kehidupan yang menyerupai kehidupan manusia di alam dunia, seperti adanya mata air sebagai sumber minuman dan gelas yang diperuntukkan bagi al-abrar seperti yang terdapat dalam surat al-Insan / 76:5 (ARAB)serta adanya dipan-dipan dan bidadari seperti dijelaskan ssurat al-Thur / 52:20
Jika nafs diakhirat nanti akan dipertemukan dengan badanya, pertanyaan yang timbul apakah badan yang lama, yang telah hancur menjadi tanah, atau badan baru yang dirancang untuk hidup di alam rohani. Ditinjau dari kekuasaan Allah SWT, maka mempertemukan nafs dengan badannya bukanlah masalah, karena seperti dipaparkan surat Yasin / 36:79 Allah SWT berkuasa menghidupkan yang mati sebagaimana berkuasa menghidupkan pada kali pertama. Selanjutnya hal itu kembali kepada keimanan dan kenyakinan.
Pengertian totalitas manusia juga bermakna bahwa manusia memiliki sisi luar dalam Al-Qur’an mengisyaratkan bahwa nafs juga merupakan sisi dalam manusia.
0 Response to "Konsep Nafs"
Post a Comment