Fitrah karakter

Senin kemaren dikantor saya kedatangan tamu. Kami biasa berdiskusi tentang kehidupan sehari-hari. Menarik sekali untuk disimak. 'Apa yang mendasari perbuatan dari apa yang kita lakukan?' Saya menjawabnya, 'Bahwa karakterlah yang berperan dalam perbuatan kita sehari-hari.'

Untuk menilai kualitas tingkah laku manusia, harus dibedakan apakah tingkah laku itu bersifat temperamental atau bersumber dari karakter kepribadiannya. Temperamen merupakan corak reaksi seseorang terhadap berbagai rangkasan yang datang dari lingkungan dan dari dalam dirinya sendiri. Temperamental berhubungan erat dengan kondisi biopsikologi seseorang, sehingga sulit untuk berubah. Temperamen bersifat netral terhadap penilaian baik buruk.

Adapun karakter, ia berkaitan erat dengan penilaian baik buruknya tingkah laku seseorang, yang didasari oleh bermacam-macam tolok ukur yang dianut masyarakatnya. Karakter terbentuk melalui perjalanan hidup seseorang, oleh karena itu ia dapat berubah, sejalan dengan bagaimana ia menilai pengalaman itu. Jika temperamen tidak mengandung implikasi etis, maka karakter justru selalu menjadi obyek penilaian etis. Seseorang boleh jadi memiliki temperamen yang berbeda dengan karakternya.

Ada orang yang temperamennya buruk (negatif) tetapi karakternya baik, sebaliknya ada orang yang karakternya buruk, tetapi temperamennya baik. Seseorang yang karakternya buruk akan semakin buruk jika ia juga memiliki temperamen buruk. Sedangkan orang yang karakternya baik tetapi temperamennya buruk biasanya ia segera menyesali dan merasa malu atas tingkah laku buruknya, meskipun hal itu selalu terulang kembali.

Maka pengendalian tingkah laku hanya dimungkinkan pada tingkah laku yang bersumber dari karakter, sedangkan tingakh laku yang bersumer dari temperamen pengendaliannya terbatas hanya pada meminimalkan, bukan pada perubahan. Tetapi yang pasti, manusia mempunyai kebebasan untuk memutuskan apakah ia beriman atau ingkar seperti dijelaskan dalam surat al-Kahfi / 18:29.

Ukuran kualitas tingkah laku mausia juga bisa dilihat dari apakah perbuatannya itu bersumber dari fitrahnya atau perbuatan yang sifatnya diusahakan (al-muktasab). Tingkah laku fitrah adalah perbuatan yang sumbernya dari naluri fitrahnya, yakni yang berhubungan dengan sistem biopsikologi dan sifat-sifat hereditas dan bawaan sejak lahir. Contoh tingkah laku fitrah adalah cara mengisap susu ibu yang dilakukan oleh bayi, cara bernafas manusia, gerakan refleks seseorang dan tingkah laku lainnya yang sejenis itu. Dalam hal tingkah laku fitrah, manusia berbuat secara spontan tanpa mempertimbangkan untung rugi maupun tujuan.

Meskipun manusia dilahirkan di tempat-tempat yang berjauhan dan berbeda zaman, tetapi tingkah laku fitrahnya sama karena fitrah itu berasal dari Alloh SWT dan bersifat baku. Menurut al-Qur’an fitrah manusia itu bersifat menetap, seperti yang tertera dalam surat al-Rum / 30:30. Sedangkan tingkah laku yang diusahakan, al-muktasab, adalah perbuatan yang bersumber dari gabungan pengetahuan dan pengalaman yang dipenjara manusia sejak lahir dan kemudian dijadikan kebiasaan. Dalam melakukan perbuatan ini manusia memperhitungkan untung rugi, baik untung rugi yang bersifat dekat, duniawi, maupun untung rugi yang bersifat jauh ke belakang, ukhrawi, pahala dan dosa.

Menurut al-Qur'an, tingkah laku yang diusahakan ini bisa saja diilhami oleh cara berpikir yang keliru atau jalan yang sesat seperti yang disebut dalam surat al-Baqarah ayat 102 atau Karena merindukan ridla Allah dan keteguhan jiwa seperti yang disebut dalam surat al-Baqarah / 2:265.

Al-Qur'an juga mengisyaratkan adanya tingkah laku yang tidak disadari akibat dari tingkah laku yang tidak terkendali. Tingkah laku yang didasari, adalah perbuatan yang dilakukan seseorang di mana pelaku memiliki kemampuan untuk berpikir dan mengendalikan dirinya serta mampu memilih jenis perbuatan apa yang di pandang terbaik dan tepat dan mana yang tidak tepat untuk dirinya. Sedangkan tingkah laku yang tidak disadari adalah perbuatan seseorang yang berbeda dibawah pengaruh sesuatu yang menyebabkannya kehilangan kesadaran, seperti pengaruh minuman keras obat-obat terlarang.

Meskipun orang mabuk tidak menyadari perbuatannya, tetapi meminum-meminum keras atau menghirup obat-obat terlarang merupakan perbuatan yang disadari, oleh karena itu berbeda dengan gerakan reflek yang bersifat fitrah, al-Qur'an sudah mengingatkan akibat-akibat dari minuman-minuman keras itu menurut al-Qur'an dapat mengakibatkan seseorang, tanpa disadari melakukan hal-hal sebagai berikut:

a. melakukan perbuatan keji seperti yang termaktub dalam surat al-Ma'idah / 5:90.

b. melakukan permusuhan dan kebencian seperti yang tersebut dalam surat al-Ma'idah / 5:91,

c. tidak menyadari apa yang dikatakan seperti yang diisyaratkan surat al-Nisa / 4:43.

0 Response to "Fitrah karakter"

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel