Indahnya Kebaikan
Tumbuh besar dilingkungan orang-orang yang penuh cinta membuat saya begitu mudah memahami indahnya kebaikan, seperti kemaren saya menerima tamu yaitu sahabat-sahabat saya yang berkunjung ke kantor seolah tiada henti, Mbak Maya yang hadir di siang hari untuk sekedar bertegur sapa. Kunjungan Mbak Yessy, seorang teman yang sudah lama tidak pernah bertemu. Malam hari saya bertemu dengan Kang Herry dengan untaian kasih sayang untuk Hana, putri saya yang tercinta. Itulah indahnya kebaikan buat saya.
Seperti yang dijelaskan dalam surat al-Syam / 91:8 bahwa manusia secara fitri diciptakan Allah SWT dengan memiliki perangkat untuk mengetahui kebaikan dan keburukan, dan surat al-Balad / 90:10, menyebutkan bahwa kepada manusia diberi peluang untuk memilih satu di antara dua jalan hidup yang telah disediakan, jalan kebajikan dan jalan kejahatan. Untuk itu, pada setiap manusia terdapat faktor-faktor penggerak untuk menuju ke dua jalan itu. Jika penggerak atau motif kepada kejahatan bersumber dari hawa nafsu yang digelitik oleh waswas setan untuk segera mencari jalan pemuasannya, maka penggerak kepada kebaikan sebenarnya merupakan gabungan dari berbagai motif yang diorganisir oleh aql dan qalb.
Meskipun manusia telah memiliki potensi kebaikan, tetapi penggerak kepada kebaikan tidak muncul dari ruang kosong, melainkan dari pengalaman perjalanan hidup seseorang, dari budaya di mana orang itu hidup, dan dari kegiatan yang dilakukan oleh masing-masing orang. Orang yang berada dalam lingkungan maksiat tanpa ada stimulus kebaikan yang mengimbanginya, maka penggerak kepada keburukan akan lebih subur pada orang itu. Sebaliknya orang yang hidup di tengah lingkungan yang sehat dan baik, dan ia sendiri menempuh cara hidup yang baik seperti yang dilakukan oleh orang lain, maka penggerak kepada kebaikan akan muncul dan terpelihara. Dalam lingkungan yang kondusif pada kebaikan, akal dan qalb dapat mengorganisir tuntutan berbagai dorongan psikologis dalam dirinya untuk diarahkan sesuai dengan iklim psikologis di mana orang itu hidup.
Orang yang mengalami penderitaan karena dizalimi oleh sistem sosial, jika dorongan kepada kejahatan (negatif)-nya yang lebih dominan, maka dorongan psikologis yang berkembang pada orang itu adalah motif balas dendam. Sedangkan bagi orang yang potensi kebaikan (positif)-nya lebih kuat, ketika mengalami penderitaan karena dizalimi oleh sistem sosial, maka dorongan psikologis yang tumbuh dalam dirinya adalah motif untuk membela sesama orang tertindas.
Orang yang memiliki motif balas dendam, tingkah lakunya destruktif dan tidak terkendali, dan kepuasannya tercapai jika melihat lawannya menderita. Sedang orang yang tingkah lakunya tetap terkendali dan pemuasannya bukan pada melihat kekalahan lawan, tetapi pada kemampuan mengendalikan diri menahan amarah dan tidak bertindak destruktif sehinga meraih kemenangan dengan cara memuliakan orang lain sekalipun itu musuh atau orang yang paling dibencinya dimuka bumi ini. dalam bahasa jawa apa juga filosofi 'ngeluruk tanpo bolo-menang tanpo ngasorake.
Muncul dan suburnya penggerak atau motif kepada kebaikan juga berhubungan dengan cara hidup. Jika seseorang menempuh jalan hidup yang sesat, jauh dari petunjuk agama, maka penggerak kepada kebenaran terhalang pertumbuhannya, tetapi jika jalan hidupnya mengikuti petunjuk agama, beriman dan melakukan amal saleh, maka seperti yang diisyaratkan surat Yunus / 10:9, potensi iman yang ada di dalam hatinya mendesak dan mempengaruhinya untuk melakukan kebaikan.
Sesungguhnya orang-orang beriman dan melakukan amal saleh, mereka diberi petunjuk oleh Allah mereka karena imannya. (QS. Yunus / 10:9).
Dari ayat di atas dapat disimpulkan bahwa antara motif dan perbuatannya terdapat hubungan saling isi mengisi. Motif kepada kebaikan yang merespons dengan perbuatan baik, akan menyuburkan motif kepada kebaikan. Sebaliknya amal saleh yang dilakukan terus-menerus juga akan menumbuhkan motif-motif baru kepada kebaikan. Seperti orang yang melakukan kemaksitan dapat tenggelam dalam lumpur kemaksiatan, sehingga ia tidak bisa bangkit kembali, maka terbang melayang-layang di langit kebajikan akan memperluas wilayah dan memperkuat daya jelajah dorongan kepada kebajikan.
Sejalan dengan itu, Rasullah pernah mengatakan bahwa menempuh jalan ilmu akan memudahkan seseorang mencapai sorga.
Orang yang berbahagia adalah orang yang merespons secara positif dorongan psikologis kepada kebaikan yang ada dalam dirinya, selanjutnya ia merasa tenang dengan pilihannya, patuh kepada perintah Allah SWT dan melakukan secara maksimal perbuatan kebajikan. Orang-orang yang mencapai tingkatan ini diterangkan oleh al-Qur’an dalam surat al-Tawbah / 9:112.
Mereka adalah orang yang bertaubat, yang beribadat, yang bertahmid, yang mengembara, yang ruku’, yang sujud, yang menyuruh berbuat makruf dan mencegah berbuat mungkar, ada yang memelihara hukum-hukum Allah. Berikanlah kabar gembira kepada orang-orang mukmin itu (QS. al-Tawbah).
Seperti yang dijelaskan dalam surat al-Syam / 91:8 bahwa manusia secara fitri diciptakan Allah SWT dengan memiliki perangkat untuk mengetahui kebaikan dan keburukan, dan surat al-Balad / 90:10, menyebutkan bahwa kepada manusia diberi peluang untuk memilih satu di antara dua jalan hidup yang telah disediakan, jalan kebajikan dan jalan kejahatan. Untuk itu, pada setiap manusia terdapat faktor-faktor penggerak untuk menuju ke dua jalan itu. Jika penggerak atau motif kepada kejahatan bersumber dari hawa nafsu yang digelitik oleh waswas setan untuk segera mencari jalan pemuasannya, maka penggerak kepada kebaikan sebenarnya merupakan gabungan dari berbagai motif yang diorganisir oleh aql dan qalb.
Meskipun manusia telah memiliki potensi kebaikan, tetapi penggerak kepada kebaikan tidak muncul dari ruang kosong, melainkan dari pengalaman perjalanan hidup seseorang, dari budaya di mana orang itu hidup, dan dari kegiatan yang dilakukan oleh masing-masing orang. Orang yang berada dalam lingkungan maksiat tanpa ada stimulus kebaikan yang mengimbanginya, maka penggerak kepada keburukan akan lebih subur pada orang itu. Sebaliknya orang yang hidup di tengah lingkungan yang sehat dan baik, dan ia sendiri menempuh cara hidup yang baik seperti yang dilakukan oleh orang lain, maka penggerak kepada kebaikan akan muncul dan terpelihara. Dalam lingkungan yang kondusif pada kebaikan, akal dan qalb dapat mengorganisir tuntutan berbagai dorongan psikologis dalam dirinya untuk diarahkan sesuai dengan iklim psikologis di mana orang itu hidup.
Orang yang mengalami penderitaan karena dizalimi oleh sistem sosial, jika dorongan kepada kejahatan (negatif)-nya yang lebih dominan, maka dorongan psikologis yang berkembang pada orang itu adalah motif balas dendam. Sedangkan bagi orang yang potensi kebaikan (positif)-nya lebih kuat, ketika mengalami penderitaan karena dizalimi oleh sistem sosial, maka dorongan psikologis yang tumbuh dalam dirinya adalah motif untuk membela sesama orang tertindas.
Orang yang memiliki motif balas dendam, tingkah lakunya destruktif dan tidak terkendali, dan kepuasannya tercapai jika melihat lawannya menderita. Sedang orang yang tingkah lakunya tetap terkendali dan pemuasannya bukan pada melihat kekalahan lawan, tetapi pada kemampuan mengendalikan diri menahan amarah dan tidak bertindak destruktif sehinga meraih kemenangan dengan cara memuliakan orang lain sekalipun itu musuh atau orang yang paling dibencinya dimuka bumi ini. dalam bahasa jawa apa juga filosofi 'ngeluruk tanpo bolo-menang tanpo ngasorake.
Muncul dan suburnya penggerak atau motif kepada kebaikan juga berhubungan dengan cara hidup. Jika seseorang menempuh jalan hidup yang sesat, jauh dari petunjuk agama, maka penggerak kepada kebenaran terhalang pertumbuhannya, tetapi jika jalan hidupnya mengikuti petunjuk agama, beriman dan melakukan amal saleh, maka seperti yang diisyaratkan surat Yunus / 10:9, potensi iman yang ada di dalam hatinya mendesak dan mempengaruhinya untuk melakukan kebaikan.
Sesungguhnya orang-orang beriman dan melakukan amal saleh, mereka diberi petunjuk oleh Allah mereka karena imannya. (QS. Yunus / 10:9).
Dari ayat di atas dapat disimpulkan bahwa antara motif dan perbuatannya terdapat hubungan saling isi mengisi. Motif kepada kebaikan yang merespons dengan perbuatan baik, akan menyuburkan motif kepada kebaikan. Sebaliknya amal saleh yang dilakukan terus-menerus juga akan menumbuhkan motif-motif baru kepada kebaikan. Seperti orang yang melakukan kemaksitan dapat tenggelam dalam lumpur kemaksiatan, sehingga ia tidak bisa bangkit kembali, maka terbang melayang-layang di langit kebajikan akan memperluas wilayah dan memperkuat daya jelajah dorongan kepada kebajikan.
Sejalan dengan itu, Rasullah pernah mengatakan bahwa menempuh jalan ilmu akan memudahkan seseorang mencapai sorga.
Orang yang berbahagia adalah orang yang merespons secara positif dorongan psikologis kepada kebaikan yang ada dalam dirinya, selanjutnya ia merasa tenang dengan pilihannya, patuh kepada perintah Allah SWT dan melakukan secara maksimal perbuatan kebajikan. Orang-orang yang mencapai tingkatan ini diterangkan oleh al-Qur’an dalam surat al-Tawbah / 9:112.
Mereka adalah orang yang bertaubat, yang beribadat, yang bertahmid, yang mengembara, yang ruku’, yang sujud, yang menyuruh berbuat makruf dan mencegah berbuat mungkar, ada yang memelihara hukum-hukum Allah. Berikanlah kabar gembira kepada orang-orang mukmin itu (QS. al-Tawbah).
1 Response to "Indahnya Kebaikan"
Subhanallah. posting yang menyentuh. Semoga kita dimasukkan kedalam golongan orang yang berkarakter positif, sesuai sinyal dalam surat At Taubah dimaksud.
Post a Comment